26 Jun 2013

[2MIN] TIME OUT/YAOI/PART 3 OF 4

Cast : Lee Taemin, Choi Minho, (Lee) Choi Jinki, Kim Kibum, Tiffanny
Genre : School life, fluff, romance

NO PLAGIARISM!
NO BASH!
 [shared-writting by: http://suunsanniiew.wordpress.com ]
[re-shared by: this blog ^^]
Original Story By : Akino Yoko
Edit by : Kei Love Taemin

ff
Credit Pic by: Page Boy
.
.
.
.
.

Author POV
“Ughh…” Taemin mengernyitkan dahinya ketika merasakan pusing menyerang kepalanya. “Appo…” keluhnya, kembali merebahkan kepalanya yang terasa berat ke atas bantal. Ia merasa bahwa tubuhnya sangat lemas, dan sesekali ia terbatuk.
“Omo, Taeminnie~ kau demam, nak?” tanya Umma begitu melihat anak semata wayangnya itu kembali menggulung dirinya di dalam selimut. Taemin hanya berdesis pelan, dan ia merasakan napasnya terasa panas.
Umma menaruh telapak tangannya di atas dahi Taemin untuk mengecek suhunya dan tangan satunya ia letakkan di dahinya sendiri. Membandingkan suhu tubuh mereka. Dan benar saja, “Hangat…” gumam umma.
“Ini pasti karena semalam kau kehujanan, eoh?” ucap Umma sambil membetulkan letak selimut Taemin agar tubuh anaknya itu tidak terkena angin dingin pagi itu. “Hari ini kau tidak usah masuk sekolah dan beristirahat saja di rumah, ne. Apa sekalian mau ke dokter?”
“Anii!” Jawab Taemin cepat. Ugh, dia benci rumah sakit dan suntikan. -_-
“Baiklah. Umma siapkan bubur dan sup dulu, ya. Oh, nanti umma akan menelpon Jinki untuk memintakan ijin untukmu.” Dan pintupun ditutup.
Taemin menghela napasnya dan menaruh tangannya sendiri di dahinya untuk mengetahui seberapa hangat suhunya, “Ugh…panas…” gumamnya lalu membenamkan dirinya kembali menuju alam mimpi. Tidur sebentar mungkin akan lebih baik, pikirnya. Tetapi…yang Taemin lihat justru di bantal itu tergambar wajah tampan Minho yang tengah tersenyum padanya. Taemin menjerit tertahan lalu buru-buru bangun dan melempar bantalnya ke lantai, kembali menarik selimutnya menutupi kepalanya dan meringkuk di kasur.
Siaaaalll!!! Kenapa wajah bodoh itu tidak mau pergi dari pikiranku!!!!!!!
Semakin lama kepalanya terasa semakin pusing dan berat, “Oh ayolah Taemin… tiduuurrr!” perintahnya, menghipnotis pikirannya sendiri agar tertidur.
Saat tengah berada di antara sadar dan tidak, tiba-tiba ia diingatkan dengan pertandingan sekolahnya yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Taemin tersenyum lebar dan kembali bersemangat untuk tidur. Mungkin nanti siang badannya akan enakan dan ia bisa ke sekolah melihat mereka latihan sorenya.
……………….
Benar saja, siangnya Taemin merasa kepalanya sudah tidak seberat dan sepusing pagi hari. Wajahnya pun sudah tidak sepucat saat ia bangun, Umma bilang kondisinya memang terlihat membaik. Taemin pun semakin bersemangat untuk melihat Minho, tim sepakbolanya, untuk berlatih. Memikirkan itu saja Taemin sudah tersenyum lebar.
Tapi, senyum itu langsung lenyap begitu sang umma tidak mengijinkannya.
“Tidak Taemin. Kau harus istirahat.”
“Tapi Umma…Ini sangat penting! Minggu depan mereka bertanding…” Ucap Taemin dengan nada memohon dan sedikit frustasi.
“Tidak.”
“Umma….”
Umma melirik Taemin yang tengah mengerucutkan bibirnya tidak terima, merajuk. Melihat itu umma menghela napas panjang, “Baiklah.”
Taemin langsung menoleh dengan mata berbinar, bersiap memeluk ummanya tercinta.
“Boleh ke sekolah, tapi….”
Eoh?
“Tapi apa?”
“Umma ikut.”
“HAH?!”
ASTDKHBLKNLS<MNLOK:LLK>LMK
Umma kembali mengaduk sup tanpa menoleh Taemin karena ia tahu, anaknya itu tengah menatapnya tidak percaya dan sebentar lagi akan mengeluarkan aegyo andalannya.
“Kau boleh kemana saja, asal Umma ikut. Umma akan membawa panci sup ini, selimut dan juga obat untukmu.”
Taemin langsung lemas mendengarnya. Ummanya ini…. Huks, tidak mungkin ia pergi ke sekolah, menonton Minho, anak-anak latihan, dengan umma di sampingnya. Errgh…bunuh saja Taemin kalau begitu.
Akhirnya Taemin menyerah. Ia sering merasa lucu dengan gaya Umma-nya jika melarang ini atau itu. Walau sebenarnya, Umma-nya sangatlah benar. Karena umma-nya telah mempertimbangkan segalanya dengan matang dan beralasan. Dan ia menyadari bahwa sifat umma-nya ini menurun padanya. Taemin menjadi sesosok lelaki yang bertanggung jawab atas apa yang ia pilih dan berani menanggung resikonya. Termasuk pilihan yang ia putuskan tadi malam.
Taemin menghela napasnya berat. Membayangkan apa yang sedang Minho lakukan sekarang. Apa ia senang kalau Taemin tidak masuk sehingga ia bisa berduaan saja dengan Tiffanny? Apa Minho pindah tempat duduk menggantikan posisinya agar Tiffanny tidak duduk sendirian?
Tsk, Lee Taemin kau benar-benar telah menjadi gila!
Yahh…gila karena namja bernama Minho…. Choi Minho…kau telah mencuri hati Lee Taemin.
“Hufh…” Taemin memejamkan matanya menepis bayangan-bayangan Minho yang tengah bersama Tiffanny hasil kreasi imajinasinya sendiri yang sukses membuat kepalanya kembali terasa pening.
“Taemin…? Kau kenapa? Pusing lagi?” tanya Umma yang melihat Taemin menekuk mukanya menjadi semakin terlihat kusut.
“Anii…” Taemin menggelengkan kepalanya pelan lalu membenamkannya ke atas bantal untuk mengusir bayangan mereka dari benaknya. Di balik selimut, dia hanya bisa menangis tanpa suara.
“Tiffanny  itu cantik, lembut dan keibuan.”
Suara Minho kembali terngiang di telinga Taemin. Yah, Tiffanny memang sangat cantik. Umma-nya mantan model terkenal, dan Appa-nya orang Perancis yang tampan. Tak ada satupun yang bisa menyangkalnya bahwa ia memang cantik karena terlahir dari gen yang bagus.
Tiffanny juga lembut dan keibuan. Tidak seperti dirinya yang cerewet dan kasar. Kalau dipikir-pikir, dirinya jika dibandingkan dengan Tiffanny sangatlah kontras bagaikan langit dan bumi. Dan, ada satu lagi perbedaan yang sangat mencolok. Tiffanny itu sangat berani berterus terang dengan perasaannya sendiri, sedangkan Taemin? Ia…lebih memilih memendamnya. Tidak berani untuk menyatakannya.
“Taemin, ada Jinki.” Panggil Umma.
Jinki? Wae…? Apa ada yang tidak beres di klub? , batin Taemin.
Lalu Taemin pun segera turun dari kamarnya menemui Jinki setelah sebelumnya mencuci mukanya dan menyisir rambutnya.
“Hyung,” sapa Taemin riang. Ia sama sekali tidak ingin menunjukkan bahwa ia tengah sakit, sebisa mungkin ia harus tetap ceria agar tidak mengkhawatirkan orang lain. “Ada apa hyung? Apa ada yang tidak beres?”
Jinki menggeleng, “Tidak. Aku khawatir karena tadi pagi umma-mu menelponku
“Anii.”
Taemin merasa senang mendapat perhatian seperti itu. Jinki hyung memang sangat baik. Lalu mereka terdiam sesaat.
“Bagaimana latihannya? Lancar?” tanya Taemin. Merutuki kegugupannya. Kenapa ia tidak bisa berbicara seperti biasanya?
“Lancar. Tetapi karena kau tidak ada, rasanya jadi sangat berbeda.” Ucap Jinki sambil menepuk pelan bahu Taemin dan sedikit mengusapnya.
“A-aah, hyung bisa saja! Hehehe…” jawab Taemin tersipu malu.
“Benar Taemin…rasanya sangat sepi.” Jinki memasang tampang serius.
“Hahaha, pasti karena tidak ada yang mengomel kalau ada yang melempar kaos sembarangan, kan?” geli Taemin. Yahh, perasaannya jadi sedikit membaik karena Jinki.
Jinki juga ikut tertawa, “Yah, anak-anak juga mengatakan begitu. Kalau kau tidak ada, baru berasa klub sangatlah sepi tanpa omelanmu…dan kehadiranmu.”
Apa Minho juga merasakan begitu?
Blush…
Taemin merasakan pipinya panas.
“Oh ya, besok kau masuk?” tanya Jinki yang melihat Taemin terdiam.
Taemin segera menoleh dan mengangguk.
“Tapi wajahmu masih pucat…” Jinki mengelus pipi Taemin dengan sebelah tangannya.
Taemin tersentak kaget dengan sentuhan yang diterimanya, “Na-nanti malam juga pasti sembuh.” Gugup Taemin.
Bagaimana ia tidak gugup kalau jarak dirinya dan Jinki sangat dekat?! Terlebih tangan hangat Jinki baru saja mengelus pipinya. Demi apa, ia ingin Minho juga melakukan hal itu!! >///<
Arrrrggghhh!!!!! Pergi sana kau kodok jeleeeekkkk!!!! Huks ;A;
Setelah lama bercakap-cakap, Jinki pun pamit untuk pulang.
“Terima kasih atas kunjungannya, hyung. Aku jadi semakin semangat untuk sembuh. Hehe…” Taemin mengantar Jinki sampai pintu depan.
Dan, tidak dipungkiri bahwa mendengar Taemin mengatakan hal tadi membuat wajahnya memerah. “Oh, syukurlah. Aku… aku hanya… aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Nah, aku pulang ya. Bye!” Jinki melambaikan tangannya sambil tersenyum hangat.
“Bye, hyung. Hati-hati di jalan.” Taemin membalasnya dengan senyuman lebar.
Dan sosok Jinki perlahan menghilang dari pandangannya. Taemin pun kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
Setelah baru saja ia berbaring, Umma-nya kembali memanggilnya.
“Taemin, ada Tiffanny!”
“Suruh ke kamar saja, Umma.” Sahut Taemin. Ia merasa badannya sedikit lemas kalau harus turun ke bawah lagi.
PLETAK!
“Eoh?”
Tiba-tiba sebuah kerikil mengenai jendela kamar Taemin. Jantungnya serasa berhenti berdetak, dan dengan perlahan ia membuka tirai. Omo! Dibawah sana tampak Minho tengah memandang ke arahnya. Mereka berdua berpandangan beberapa saat. Minho kemudian tersenyum lebar dan membalikkan badannya, pergi.
Taemin merasakan tubuhnya terasa ringan dan tengah melayang-layang bahagia. Dengan caranya yang aneh, Minho telah menjenguknya.
“Taemin…”
Taemin segera membuka pintu dan Tiffanny memandangnya cemas, “Omo, Taemin…kau pucat sekali…”
Taemin tersenyum melihat kekhawatiran Tiffanny, “Tidak apa-apa. Besok pagi pasti sembuh dan bisa ke sekolah lagi. Terima kasih sudah menjengukku, aku senang sekali.” Ucap Taemin tulus.
Tiffanny balas tersenyum, “Semua orang menanyakanmu, Taemin. Mereka bilang kelas jadi sepi karena tidak ada yang cerewet untuk mengingatkan mereka ini dan itu.”
Apa Minho juga menanyakanku? Apa Tiffanny dan Minho duduk bersama? Apa yang terjadi seharian ini di sekolah tanpaku, eoh? Apa kalian merasa bebas? , batin Taemin.
“Ahaha, begitu ya? Baru terasa kalau aku ternyata memang luar biasa cerewet, ne?”
“Hahaha”
Tiffanny tertawa melihat Taemin yang berpura-pura kesal.
“Oh ya, kenapa baru datang malam begini? Darimana saja?” tanya Taemin yang melihat jam dinding kamarnya menunjukkan pukul 7 malam, tapi Tiffanny masih menggunakan seragam sekolah.
“Tadi aku melihat Minho latihan. Aku rasa aku mulai menyukai sepak bola. Tadi aku juga sudah bilang pada Jinki oppa kalau aku mau menjadi manajer klub berdua denganmu. Tetapi Oppa belum menjawabnya karena harus berkonsultasi dengan guru penanggung jawab.”
Tiffanny menonton Minho latihan…. Huks, kenapa lidahku terasa pahit mendengarnya….
“Aku kesini tadi di antar Minho.” Ucapnya lagi.
Oh…jadi tadi Minho mengantarkan Tiffanny, bukan untuk menjengukku. Bukan karena khawatir padaku…? Ugh… appo…
“Minho tidak ikut masuk karena dia bilang aku alergi bau keringat. Hahaha! Minho lucu ya! Aku jadi semakin menyukainya.” Ucap Tiffanny tersenyum riang.
Taemin hanya diam. Bingung untuk mengatakan apa. Kepalanya jadi terasa semakin berat saja…
“Lima belas menit lagi dia akan menjemputku ke sini.”
Akhirnya Taemin mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan pelajaran hari ini di sekolah. Lebih baik tidak melanjutkan obrolan tentang Minho kalau itu hanya akan membuatnya semakin sedih…dan sakit.
Tak lama kemudian, Umma kembali memanggilnya.
“Taemin, ada Minho!”
Tiffanny memandang Taemin terkejut, “Umma-mu sudah mengenal Minho?”
Taemin tertawa, “Tentu saja. Minho pernah ke sini beberapa kali. Lebih tepatnya, kalau Ummaku membuat puding coklat, dia pasti tahu. Dan ikut makan bersama kami.”
Tiba-tiba wajah Tiffanny menjadi murung, “Jadi kalian memang sangat dekat ya….”
Taemin menjadi tidak enak dan merasa salah bicara, buru-buru ia menepis dengan panik. “Ah! Itu..wajar saja, kan? Hehehe, kami sama-sama namja, eoh? Jadi..wajar kalau kami dekat. Yah, berteman sesama namja. Kau mengerti, kan? Lagi pula, ternyata Ummaku dan Umma Minho berteman sejak kecil. Tapi beberapa tahun yang lalu Umma Minho dikabarkan meninggal dunia. Oleh sebab itu, Ummaku jadi merasa sangat bersalah karena tidak tahu padahal mereka bersahabat.”
Tiffanny membulatkan matanya, “Jadi…Umma Minho sudah meninggal? Wah…aku tidak tahu. Minho tidak pernah cerita padaku.” Gumam Tiffanny kecewa.
“Itu wajar Tiffanny. Mungkin belum saatnya dia bercerita padamu. Laki-laki itu biasanya tidak ingin berbagi kesedihan, kan?”
Tiffanny langsung tersenyum, “Ah benar! Kau tahu Taemin, aku bahkan sempat melupakan kalau kau itu namja! Hahahaha, habis, kau itu manis sekali…seperti perempuan! Hehe…”
“Enak saja!” pekik Taemin pura-pura kesal. Yah..tampaknya dia memang tidak bisa marah dengan Tiffanny. Dia lah yang salah karena sejak awal tidak berani jujur dengan perasaannya seperti yang dilakukan Tiffanny yang berani berterus terang menyatakan sukanya kepada Minho.
“Lagi pula, kalau ke sini biasanya Minho bersama Jinki hyung…”
Wajah Tiffanny semakin cerah mendengarnya, “Benarkah? Bersama Jinki Oppa, ya? Hoo…” ulangnya memastikan.
Lalu mereka berdua turun ke bawah untuk mengantarkan Tiffanny sampai ke pintu. Ketika Taemin membuka pintu, ternyata Minho telah berdiri di hadapannya. Awalnya ia berniat untuk tidak bertemu dengan Minho, tapi…karena Minho sudah melihatnya, mau tidak mau akhirnya ia menyapanya.
“Hai, Min-ho…” pelan Taemin.
“Wajahmu pucat sekali.” Ucap Minho.
“Tidak apa-apa, aku sudah sembuh. Terima kasih sudah mengantarkan Tiffanny.” Ucap Taemin sopan.
Minho mengerutkan alisnya, terpana.
“Ck, jelas kau sedang sakit. Demammu pasti tinggi sekali sampai-sampai bicara padaku saja jadi sopan begitu.”
Mendengar itu Taemin memajukan bibirnya kesal. Ck, dia kan ingin belajar menjadi lembut juga. Dasar Minho!
“Ternyata kalian sudah sampai di tahap antar jemput, yah? Senang sekali.” Sindir Taemin.
Tiffanny tertawa riang sedangkan Minho memandang Taemin redup. Tiffanny telah berjalan menuju gerbang tetapi Minho masih berdiri di hadapan Taemin, menatap Taemin dengan pandangan…terluka?
“Sudah sana~ Tiffanny sudah menunggu. Besok aku akan sekolah, jadi kau tidak perlu berlama-lama  merindukanku. Hehe…” goda Taemin, menutupi hatinya yang terasa sakit di dalam sana.
Minho hanya berdecak pelan mendengarnya.
Tiffanny memanggil Minho dan melambaikan tangannya kepada Taemin. Tanpa mengucapkan apa-apa lagi Minho langsung berbalik pergi bersama Tiffanny.
Melihat punggung mereka menjauh, hati Taemin terasa sangat sakit dan semakin sakit. Ketika ia menutup pintu rumah, di saat itulah ia juga telah mantap menutup pintu hatinya. Selamat tinggal, Minho….

.
.
.
.


Hari minggu pun tiba dan saatnya pertandiangan antar sekolahnya melawan sekolah lain berlangsung. Hampir semua siswa menonton pertandingan tersebut karena memang diadakannya di sekolah mereka sebagai tuan rumah.
Taemin berdiri di bawah pohon bersama Tiffanny. Semua keperluan klub telah Taemin siapkan dengan sangat baik sebagai manajer. Untuk periode semester ini, Taemin memang menjadi manajer tunggal karena Kibum, memutuskan mengundurkan diri dan menjadi manajer klub basket.
Taemin hanya duduk diam tidak seperti Tiffanny yang terus bersorak menyemangati tim. Taemin baru akan berteriak girang kalau tim mereka berhasil menciptakan gol.
“Taemin, Minho keren sekali, ya! Kyaaaa! >///<” bisik Tiffanny histeris.
“Tapi di luar lapangan, sifat aslinya baru ketahuan. Hahaha!” ledek Taemin. Tawanya terdengar sumbang dan terkesan dipaksakan. Tapi Taemin telah berusaha dengan sekuat tenaga yang ia bisa. Untuk tidak menujukkan kesedihannya…karena ia telah memutuskan menutup pintu hatinya.
“Minhooooooo!!!”
Dari seberang lapangan tampak anak-anak perempuan yang berteriak-teriak memberikan dukungannya pada Minho. Minho hanya menoleh sekilas ke kerumunan yeoja -cantik- yang memanggil-manggil namanya namun ia segera kembali fokus pada pertandingan dan bola yang berada di kakinya.
Minho berlari dengan penuh konsentrasi melewati Taemin dan Tiffanny. Rambutnya melambai-lambai tertiup angin membuat Tiffanny meneriakkan namanya terus menerus.
Tiffanny meremas tangan Taemin gemas, “Taemiiinnn, Minho tampan dan sangat keren! Aku sukaaa!!”
Mendengar itu Taemin terasa tercekik , sukaa…sukaa… kata-kata Tiffanny terus terngiang di telinganya.
Errgghh,,, sakit sekali Minho…. TT_____TT
Pertandingan persahabatan berakhir dengan kemenangan tipis, 3-2 untuk kesebelasan Jinki. Dari semua pemain, jelas Minho yang paling banyak mendapat perhatian. Permainannya memang menawan, sampai posisi Jinki yang populer karena ia kapten tim itu pun sedikit tersisihkan. Tetapi dengan bangga dan tulus, Jinki menyalami adiknya itu.
“Permainan bagus, bung. Pertahankan terus, ok?” ucapnya sambil menepuk punggung Minho ketika mereka berpelukan.
“Ya. Pasti, hyung.” Singkat Minho membalas pelukan dan tepukan Jinki.
Taemin tengah membereskan botol minum dan juga handuk. Begitu para pemain beristirahat, para yeoja yang sedari tadi heboh di pinggir lapangan pun menyerbu kumpulan namja itu. Mereka berebut menyalami dan tentu saja, kerumunan yang paling banyak dan heboh adalah Minho. Dia sampai kewalahan melayani jabat tangan pada para penggemar(?)nya tersebut.
“Asiknya yang jadi idola…” goda Taemin menyikut lengan Minho lalu ia mengangkat keranjang handuk kotor untuk di bawa ke ruang laundry.
“Hei, Taemin! Taemin-ah! Tunggu!” suara Minho tenggelam oleh riuhnya para yeoja yang mengajaknya bicara.
Taemin tersenyum pahit. Minho bukan lagi miliknya seorang…. But, wait? Memang kapan Minho pernah menjadi miliknya? Ck, mimpi saja kau Taemin…. , batinnya.
Taemin tersadar bahwa di antara kerumunan tadi tidak tampak batang hidung Tiffanny. Kemana yeoja cantik itu?
Setelah mengedarkan pandangannya kesana kemari, Taemin akhirnya melihat sosok Tiffanny yang tengah duduk di bangku di bawah pohon tadi. Dia tidak ikut berebut memberi selamat. Yahh, Taemin tahu pasti Minho akan menyisihkan waktunya untuk nanti berduaan dengan Tiffanny. Oleh karena itu Tiffanny tidak perlu berebutan. Dia sudah mempunyai tempat khusus di hati Minho.
Taemin mendongakkan kepalanya ke atas memandang langit sore yang cerah. Alih-alih untuk mencegah agar air matanya tidak tumpah. Tidak. Dia tidak boleh cengeng. Ini keputusannya dan ia harus menanggungnya. Walau rasa sakit itu seolah membunuhnya perlahan…
Benar saja, ketika Minho melihat Tiffanny, ia melepaskan diri dari kerumunan. Tiffanny berdiri dengan anggun dan menyalami Minho. Keduanya terlihat berbincang sejenak. Tiffanny meraih tas Minho, lalu mendahuluinya ke gerbang sekolah. Yahh, mungkin Tiffanny akan menunggunya di gerbang selagi Minho pergi ke ruang ganti.
Taemin menggigit bibirnya, merasakan matanya kembali panas. Ugghh….
“Sini kubawakan.”
Jinki.
Taemin terkejut dan ia teringat kalau ia bahkan belum memberi selamat pada kapten tim-nya yang telah membawa mereka pada kemenangan.
“Jinki hyung! Waah, selamat ya! Tadi kau hebat sekali di lapangan.” Ucap Taemin riang.
Jinki mengelak, “Tidak. Anak-anak kelas satu yang hebat. Minho lah yang sangat menonjol di pertandingan tadi. Harusnya kau memberi selamat padanya, dia lebih pantas mendapatkannya.”
Taemin mengerucutkan bibirnya dan memasang muka sok serius, “Tapi kalau tidak ada kapten hebat seperti hyung, pasti kesebelasan kita tidak bisa bermain bagus.”
Jinki tertawa melihat wajah Taemin yang menurutnya sangat lucu. Taemin memang sangat manis, walau ia namja sekalipun tetapi semua laki-laki yang melihatnya tidak akan menyangkal bahwa wajah yang dimiliki Taemin sangat manis seperti yeoja, bahkan mungkin lebih untuk sebagian orang.
“Baiklah. Terima kasih pujiannya. Dan…ini adalah pertandingan terakhirku karena semester depan aku akan naik ke kelas tiga. Tidak mungkin bisa terus bermain.”
Taemin baru menyadarinya. “Wah, iya yah aku baru ingat…, Waktu cepat sekali berlalu, ne?”
“Ya..” entah kenapa nada suara Jinki terdengar sedih. Tiba-tiba ia mengulurkan tangannya di depan Taemin.
“Eoh?”
“Ini untuk ucapan selamat karena kau telah menjadi manajer yang sangat baik. Kau sungguh hebat dan penuh perhatian.” Ucap Jinki tersenyum lembut.
Wajah Taemin terasa panas. Di puji langsung seperti ini, tidak pernah ia prediksikan. “I-itu kan sudah tugasku. Biasa saja…tidak ada yang baik yang telah kulakukan untuk klub.” Ucap Taemin merendah.
“Siapa bilang kau tidak melakukan apa-apa untuk klub, eoh? Kau selalu memberi semangat dengan tulus pada anggota klub. Melihatmu bersemangat seperti itu, kami menjadi malu kalau berlatih seenaknya. Semangat dan teriakanmu selalu menjadi pemicu kami semua. Tidak ingin membuat semangatmu menjadi sia-sia, kami pun berlatih dengan sungguh-sungguh. Itu semua berkatmu, Taemin-ah…”
BLUSH
Taemin memegang pipinya dengan kedua tangannya, merasakan panas yang semakin lama mendidih di pipinya yang tidak dipungkiri kini berubah warna menjadi merah muda. “Bu-bukannya terbalik? Semangat kalian di lapangan yang membuatku ikut semangat untuk memberi dukungan. Karena hanya itu yang bisa kulakukan, eum?”
“Anii. Ini penilaian pribadi dari Choi Jinki. Bukan dari kapten sepak bola sekolah kita.”
Akhirnya Taemin menyambut uluran tangan Jinki sambil tertawa, “Terima kasih pujiannya, hyung. Waahh, aku jadi besar kepala mendengarnya. Hehe..” kekeh Taemin.
Jinki tersenyum melihat tawa Taemin yang terdengar riang. Ini baru Taemin yang ia kenal. Riang dan juga cerewet, ceria.
Mereka mengangkat keranjang bersama. Ruang klub sudah mulai sepi. Hanya tinggal beberapa anak yang masih membereskan loker.
“Taemin, aku pulang dulu, ya.” Ucap salah seorang anggota.
“Ne. Jangan lupa besok sore kita berkumpul untuk evaluasi.” Sahut Taemin dan mendapat acungan jempol sebagai tanda mengerti, “Oh ya, keranjangnya taruh di sini saja.” Ucap Taemin pada Jinki. “Kau pulang duluan saja, hyung. Aku masih harus beres-beres.”
Jinki mengangguk, “Tapi sebelumnya aku mau ke ruang guru dulu. Bye Taemin…terima kasih hari ini.”
“Iya hyung. Istirahat yang cukup, ne~”
Setelah Jinki pamit pergi, Taemin pun memulai ritual bersih-bersih ruangan klub. Setelah selesai, ia pun mengecek loker-loker apa sudah terkunci semua atau belum. Dan yah, tanpa ia duga ada satu loker yang kuncinya masih menggantung dipintu. Loker Minho!
“Mi-Minho? Tidak mungkin dia belum pulang, kan? Tadi Tiffanny jelas-jelas menunggunya di gerbang. Apa Minho lupa? Ck, dasar ceroboh.” Gumam Taemin lalu mengambil kunci loker Minho. Memandang sedih loker tersebut karena ia tidak bisa membohongi perasaannya saat ini. Ia merasa ditinggalkan sendirian oleh tuan pemilik loker dihadapannya.
“Huks…”
“Taemin?”
Taemin terlonjak kaget. Sehingga menjatuhkan kunci di genggamannya.
Jinki!
“Ada apa? Kau…menangis?”
“Anii…aku hanya kelilipan.” Sahut Taemin sambil mengucek matanya. “Nah, hyung belum pulang?”
Jinki terdiam sambil menunduk.
“Hyung?”
“Taemin, kau benar.”
Taemin hanya mengerutkan dahinya bingung. Benar?
“Yah, kau benar. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Tidak terasa aku akan segera naik ke kelas tiga, lalu kemudian lulus. Dan…dan aku…takut tidak mempunyai waktu lagi. Aku harus menyelesaikannya sekarang juga.” Jelas Jinki menatap Taemin yang kebingungan mendengarnya.
Taemin berpikir sejenak. Menyelesaikan apa? Evaluasi?? “Hmm…tapi evaluasinya baru akan kita lakukan besok, kan?”
Jinki menggeleng, “Bukan itu.”
“Lalu?”
Tiba-tiba Jinki meraih tangan Taemin dan menggenggamnya, “Aku…menyukaimu, Taemin.” Jujur Jinki to the point.
O_O
Taemin terdiam bingung. Baru saja…Jinki menyatakan suka padanya? Apa…dia tidak salah dengar?
“Apa kau tahu, Taemin. Saat kau sakit kemarin, semua baru sadar. Semua merasa kehilanganmu. Sehari itu kami tidak berlatih, hanya duduk-duduk sambil mengatur strategi untuk pertandingan tadi. Dengan jujur kami mengaku kehilanganmu.”
Taemin masih tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun, otaknya masih terus mencerna perkataan jinki. Tetapi ia tidak memungkiri perasaan hangat yang kini menyelimuti hatinya. Dirinya yang biasanya kasar, dan tentu saja jauh dari kata lembut, ternyata memiliki arti dan dapat di kenang oleh teman-temannya. Terutama…apa Minho juga merasa kehilangannya? Hatinya kembali terasa perih.
“Dan aku….. aku juga mengalami itu. Aku…merasa ada yang hilang dari sisiku. Aku merasa… aku… merindukanmu. Oleh karena itu aku datang menjengukmu. Begitu melihat wajahmu yang sangat pucat, aku merasa sangat khawatir, Taemin…aku…benar-benar menyukaimu. Bahkan sejak pertama kali aku melihatmu.”
Taemin terbelalak kaget. Benarkah? Apa yang ia dengar itu sebuah kenyataan? Jinki hyung menyukainya??
“Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Aku ingin kau memikirkannya secara baik-baik dan aku tidak memaksanya. Apa pun keputusanmu, aku akan menerima. Tapi aku mohon, jangan jawab sekarang. Tolong pikirkan baik-baik, ne…?”
Tanpa menunggu lagi, air mata Taemin telah jatuh membasahi kedua pipinya. Bukan karena ia terharu karena ada yang menyukainya, bukan karena ia sedih karena bukan Minho yang mengatakan ini. Tapi…ia merasa bingung. Haruskah ia menolak Jinki yang sudah sangat baik dengannya? Sosok Jinki yang hangat, ramah, pengertian seperti sosok di depannya, harus ia sakiti dengan menolaknya?
Tapi hatinya tidak bisa berbohong lagi. Walau cinta Minho bukan untuknya, tapi hatinya telah terkunci untuk orang lain. Ia tidak mau menyakiti siapa pun itu terlebih orang yang luar biasa seperti Jinki.
Aku tidak bisa mengingkari loker di dalam hatiku yang kini telah tekunci rapat….
“Hyung…aku…..huks, mian… aku….”
“Sssh, uljima Taemin-ah. Aku tahu, kau adalah orang yang selalu berpikir dua-tiga kali dalam mengambil keputusan. Oleh sebab itu aku memberimu waktu agar kau dapat berpikir lebih baik dan tidak tergesa-gesa. Jadi kumohon, jangan jawab sekarang….”
Taemin terdiam.
Jinki mengeluarkan sapu tangannya dan menghapus air mata Taemin dengan lembut. Taemin tidak menolaknya, karena ia merasa semakin jahat kalau harus menepis tangan hangat itu.
“Mau pulang?” tanya Jinki setelah melihat Taemin sudah lebih tenang dan air mata tak lagi membasahi wajahnya, “Kita pulang sama-sama, bagaimana?”
Tapi Taemin menggeleng. Dia belum siap untuk berada di samping Jinki, dan ia perlu waktu sendiri untuk berpikir. “Maaf hyung, aku belum mencuci handuk-handuk kotor kalian. Aku mau ke ruang laundry dulu.”
Jinki menghela napas, mengerti maksud Taemin dan sama sekali tidak ingin memaksa namja cantik itu, “Oke, baiklah sampai jumpa besok saat evaluasi, ne? Aku pulang dulu.”
“Ne…”balas Taemin.
Jinki membuka pintu dan keluar, tetapi saat akan menutupnya, ia menyembulkan kembali kepalanya melongok ke dalam. “Jangan pulang terlalu malam, Taemin-ah…”
Taemin melihat Jinki dan mengangguk, “Ne, hyung..”
Pintu ruangan pun ditutup. Sinar bulan menerobos jendela klub yang tak bertirai. Taemin masih terdiam, segala pikiran tentang dirinya, Jinki, Tiffanny, dan… Minho, terus berputar di benaknya. Tanpa terasa air matanya pun kembali keluar bahkan semakin lama semakin deras.
Braak!
Pintu mendadak terbuka dan Taemin terlonjak kaget.
“T-Taemin…? Belum pulang?” tanya Minho yang masuk tergesa-gesa.
“Belum.” Jawab Taemin sambil memunggungi Minho agar namja itu tidak melihatnya menangis.
“Taemin, kau tahu kunci lokerku?” tanya Minho lagi.
Kunci itu masih berada di lantai di dekat kaki Taemin. Taemin memungutnya dan dengan cepat menghapus air matanya
“Ini.” Ucapnya sambil menyerahkan kunci itu, tanpa mau menatap wajah Minho karena ia tahu wajahnya kini terlihat sangat kusut dan terlebih air mata bodoh itu baru saja membasahi pipinya.
Minho menerimanya sambil memandang Taemin penuh selidik, “Kau kenapa?”
Oh gosh! Apa mataku masih terlihat merah? Atau sisa air mata masih membekas jelas di wajahku?
“Eh, itu…dari tadi aku membersihkan ruangan ini. Mataku kemasukan debu. Hehehe….”
“Tawamu sumbang, Taemin. Kau bohong padaku.”
Taemin terdiam sejenak. “Kau sendiri belum pulang? Tadi kulihat Tiffanny menunggumu di gerbang. Kasihan kalau ia harus menunggu lama.”
Minho menatap Taemin tajam. “Ada yang tertinggal di loker.”
“Kan bisa diambil besok. Kau sama sekali tidak berperasaan kalau membuat wanita harus menunggu lama. Dan ini sudah malam Minho, bagaimana kalau Tiffanny hilang? Nanti kau menyesal.”
Minho berdecak.
“Dia itu sudah besar. Kau cerewet sekali, memang kau ibunya?!” decak Minho kesal. Sedari tadi, anii, semenjak Taemin sakit beberapa hari lalu, Taemin terus saja mengungkit Tiffanny kalau sedang bersamanya.
“Anii. Aku hanya kasihan padanya. Hei Minho, bukankah kau tahu arti dibalik perhatiannya selama ini padamu? Kau bodoh kalau sampai tidak tahu!” sindir Taemin bersidekap.
Ya Taemin! Apa yang kau lakukan, huh? Kalau begini sama saja kau menjembatani hubungan mereka, kan?!
Minho kembali diam tampak berpikir. Wajahnya sangat serius sampai-sampai dahinya berkerut.
“Maksudmu?”

“Heeii, jangan bilang kau tidak tahu Tiffanny menyukaimu?! Kau tega sekali Minho!” Taemin mendorong dada Minho dengan telunjuknya.
Bagus! Teruslah ikut campur, dan kau akan terpuruk nantinya!
Minho diam saja, membuat Taemin kehilangan kata-kata.
“Jinki hyung tadi ke sini?” tanya Minho tiba-tiba.
Taemin tersentak kaget. Napasnya serasa terhenti dan jantungnya berdebar cepat, ‘Apa Minho tahu?’ , pikirnya.
“Ne…”
“Untuk apa?” selidik Minho.
“Hei, kenapa kau bertanya seolah menuduhku melakukan kesalahan, huh? Dia hanya memberi selamat padaku karena dia bilang aku manajer yang baik. Tentu saja aku senang.” Kata Taemin ceria.
“Ooh…jadi saking senangnya kau sampai menangis?” tanya Minho dengan nada sedikit sinis.
“Memangnya kenapa?! Aku kan terharu! Jinki hyung pria yang sangat baik.”
“Baru begitu saja sampai menangis. Dasar cengeng.”
“Anii!”
“Oh, atau jangan-jangan Jinki hyung menyatakan suka padamu?”
DEG!
Wajah Taemin terlihat kaget dan ia sama sekali tidak berani menatap Minho.
“Benar?”
“I-itu…”
Minho berdecak melihat tingkah gugup Taemin, “Kau pasti senang akhirnya ada orang yang mau menyukai namja cerewet sepertimu, kan? Kau terharu ya, ada yang memberikan perhatian lebih?”
Taemin mendongak menatap Minho tak percaya. Ia tidak menyangka Minho akan mengatakan kata-kata seperti itu. Walau mereka memang tidak pernah akur dan saling meledek, tapi Minho sebelumnya tidak pernah mengatakan hal yang sangat menyakitkan seperti itu.
“Entahlah harusnya kau bersyukur atau…”
Plaaakk
Kata-kata Minho benar-benar keterlaluan. Tanpa sempat mencegahnya, tangan Taemin melayang menampar wajah Minho.
Minho terkejut. Begitu juga dengan Taemin. Ia sama sekali tidak menyangka tangannya bisa melayang seperti itu. Darimana ia mendapat kekuatan seperti itu?!
Taemin semakin merasa bersalah dan ia tidak menampik perkataan Minho bahwa dirinya memang kasar.
“Mi-Minho! Maafkan aku! Aku benar-benar minta maaf.” Taemin langsung membungkukkan badannya dalam-dalam.
Tapi Minho hanya terdiam mengelus pipinya yang tadi terkena tamparan Taemin.
“Maafkan aku Minho. Kau benar. Aku memang kasar.” Ucap Taemin hampir menangis. Ia benar-benar merasa bersalah, “Maafkan aku!” dan segera berlari meninggalkan Minho, keluar dari ruangan. Taemin sedikit berharap Minho akan mengejarnya atau paling tidak memanggilnya. Tetapi Minho tetap diam.
Taemin membanting pintu dengan kasar hingga menutup. Dan, hampir saja ia terjatuh karena tersandung benda besar di sebelah pintu. Tas Minho!
Taemin langsung tersadar, kalau tas itu ada pada Minho, berarti ia menolak pulang dengan Tiffanny? Atau ia sudah mengantar Tiffanny pulang lalu kembali lagi ke sekolah? Atau jangan-jangan Tiffanny ikut dengan Minho ke ruang klub dan melihatnya menampar Minho?, pikiran Taemin kalut.
.
.
.
.
Malam itu Taemin tidak bisa tidur. Setiap kali ia memejamkan mata, yang terbayang adalah segala peristiwa yang terjadi hari ini. Mulai dari pertandingan sepak bola yang sangat menawan, Jinki hyung yang menyatakan perasaannya padanya, dan juga…saat tangan bodohnya melayang menampar pipi Minho yang membuat namja itu terdiam seribu bahasa.
Taemin memandang tangannya, ia bahkan masih merasakan panas dari kulit Minho saat tangannya itu menyentuh pipi Minho. Lagi-lagi ia merasa bersalah. Mungkin besok ia akan menyerahkan pipinya untuk di pukul oleh Minho agar impas. Yahh…begitu lebih baik.
Lalu Taemin kembali teringat dengan Jinki. Apa yang harus ia lakukan? Jinki memang sangat baik dan juga tampan. Dia lembut, penyabar, dewasa, pengertian….tapi entah kenapa Taemin tidak bisa menyambut perasaan itu. Karena hatinya yang lebih tahu. Hatinya telah menjatuhkan pilihannya pada orang lain. Bukan Jinki.
“Huks, eottokhe…?” bisik Taemin pada sunyinya malam.
Pikirannya melayang ke masa lalu.
Flash back…..
Siang itu Taemin dan Minho tengah duduk di bawah pohon di pinggir lapangan. Menunggu giliran Minho turun ke pertandingan.
“Jinki hyung sangat menarik yah! Badannya tinggi, putih, tampan, dan juga jago bermain sepak bola. Penggemarnya pasti banyak, ne?” puji Taemin.
Minho langsung menyenggol kaki Taemin, ‘sedikit’ menendangnya.
“Mwooo?!”
“Kau itu tega sekali, anak ayam! Masa sedang duduk bersamaku, yang kau bicarakan malah hyungku. Memuji-muji segala.” Cibir Minho.
Taemin tertawa, “Aku kan jujur. Aku mengatakan yang sebenarnya!” ucapnya riang.
Minho berdecak, “Cih, aku baru tahu kalau kau orang yang jujur.”
DEG
Taemin merasa panas di pipinya. Apa Minho tahu bahwa….ia menyembunyikan perasaan terhadap dirinya??
“Yah, aku jujur kalau memang perlu untuk jujur.”
Dan Taemin merasakan pandangan Minho yang tertuju padanya. Memandang lekat padanya yang lebih memilih melihat kepangkuannya sendiri. Tidak bisa membalas tatapan mata besar di sampingnya.
“Minho~~ jangan memandangku begitu. Matamu seram!” Taemin menutup wajah Minho dengan handuk kuning miliknya.
…………
Sepulang sekolah hari itu sangat terik. Ketiga namja itu baru saja selesai kegiatan klub dan memutuskan pulang bersama. Membuat yang melihatnya sangat iri dengan kedekatan mereka. Jinki dan Minho sangatlah populer, sedangkan Taemin memang dikenal sebagai sosok yang pintar dan humble. Jadi…melihat mereka bertiga bersama, sungguh pemandangan yang sangat indah.
“Oh ya, tadi pagi aku membuat puding dan menaruhnya di kulkas. Pasti sekarang sudah dingin! Ayo kau ke rumah kami saja dan makan bersama?!” ucap Jinki menawari.
“Benarkah? Boleh hyung?”
“Tentu!” jawab Jinki lagi sambil tersenyum.
“Jatahku akan berkurang kalau monster ini ikut, hyung….” Canda Minho sambil mengacak rambut Taemin.
“Ya! Enak saja!” pekik Taemin tidak terima.
Jinki hanya tertawa melihat kedua ‘adik’ nya yang kini tengah adu mulut
Begitulah sepanjang perjalanan tidak bisa tidak meributkan hal sekecil apapun. Masalah sepele menjadi besar jika keduanya sudah berbicara. Jinki tidak ambil pusing, karena ia tahu keduanya tidak bersungguh-sungguh.
Sesampainya di rumah Jinki-Minho…..
“Taemin, kau duduk saja dulu. Minho, kau temani Taemin, ya.” Ucap Jinki seraya menghilang di balik pintu dapur.
Tak lama ia kembali membawa pemanggang kecil dan juga daging serta sayuran. “Kita sekalian makan malam saja. Kita buat barbeque.” Usul Jinki.
Taemin dan Minho bertepuk tangan riang lalu membantu Jinki menyiapkan barbeque.
“Lain kali kalian juga harus makan di rumahku, ya. Aku akan meminta pada umma untuk membuatkan sup miso. Sup buatan ummaku sangat enak!” ucap Taemin mempromosikan. Minho dengan senang menyetujuinya.
“Jinjja?! Waah, dulu umma juga sangat pandai membuat sup miso, iya kan hyung? Mungkin kalau aku makan buatan umma-mu, rasa kangenku pada umma bisa sedikit terobati. Hehehe…”tawa Minho.
Taemin memandang Minho sedih. Yah, benar. Umma Minho telah meninggal dan ia masih bisa menjadi sosok yang ceria seperti sekarang. Merasakan suasana yang sedikit terasa sendu, Jinki menetralisir keadaan dengan mengeluarkan puding yang tadi ia ceritakan dan segera menghidangkannya pada Taemin dan Minho.
“Silahkan dicoba, Tae.”
“Ini puding apa?” tanya Taemin semangat.
Jinki memandang Taemin sambil berpikir, “Waah, aku sendiri tidak tahu.  Hmm…sebaiknya dinamakan apa, ya? Ini resep buatanku sendiri. Rasanya manis dan segar. Oh! Bagaimana kalau dinamakan puding Taemin? Puding ini seperti dirimu, Tae…manis dan segar.” Ucap Jinki ramah.
End Flash back…
Kata-kata Jinki itu kembali terngiang di benak Taemin, ‘Manis dan segar…’ Omo, Jinki hyung memang orang yang sangat baik…. , pikir Taemin sambil tersenyum dan berhasil mengantarkannya ke alam mimpi………

.
.
.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar