26 Jun 2013

[2MIN] TIME OUT/YAOI/PART 4End

Cast : Lee Taemin, Choi Minho, (Lee) Choi Jinki, Kim Kibum, Tiffanny
Genre : School life, fluff, romance


NO PLAGIARISM!
NO BASH!
 [shared-writting by: http://suunsanniiew.wordpress.com ]
[re-shared by: this blog ^^]
Original Story By : Akino Yoko
Edit by : Kei Love Taemin
ff
Credit Pic by: Page Boy
.
.
.
.
.
Taemin POV
Hari ini aku berangkat ke sekolah dengan perasaan tidak enak. Kejadian kemarin saat aku menampar Minho terus terbayang ulang di benakku. Perasaan bersalah dan juga kesal masih terus menggeluti hatiku. Tapi…aku akan tetap meminta maaf padanya, karena sungguh, aku tidak mau kehilangan teman baik sepertinya… (Psst, dia tidak tahu kalau aku menyimpan perasaanku hanya untuknya).
Selama perjalanan menuju sekolah, kaki ku terasa sangat berat dan entah mengapa sekolah jadi terasa sangat jauh. Sambil menunduk melihat kaki ku sendiri dan tanganku memainkan tali ranselku, dalam hati aku terus merutuki kebodohan tanganku yang telah sembarangan bertindak tanpa dapat kucegah.
Setelah tikungan itu adalah apartemen Minho,,, ugghh… eottokhe?? Apa yang harus kulakukan kalau aku bertemu muka dengannya?? >o<
Aku semakin memperlambat langkahku, dan melirik ke arah jendela apartemen Minho. Dan ternyata jendelanya tertutup, mungkin Minho dan Jinki sudah berangkat. Hufh.

Author POV
Setelah merasa bahwa kemungkinan besar Minho telah berangkat, akhirnya Taemin memutuskan untuk melanjutkan langkahnya menuju sekolah. Biasanya dia akan menunggu Minho di depan gerbang apartemen dan berangkat bersama. Tapi sepertinya mengingat kejadian kemarin, mustahil mereka bisa berangkat seperti biasa. Bahkan di dalam hati, Taemin yakin sekali kalau nanti ia bertemu Minho pasti akan sangat canggung.

“Umma…. ;A;” gumam Taemin sepanjang perjalanan mulutnya tak ada hentinya berkomat-kamit hal random.
Srek…
Taemin terdiam karena ia baru saja mendengar suara langkah kaki di belakangnya.

“Nugu? Minho kah??” batin Taemin. Jantungnya berdegup kencang dan ia memutuskan untuk 
memperlambat langkahnya, menanti siapa orang di belakangnya.

Seorang siswa.
2 orang siswi.
Seorang pengendara sepeda.
Segerombolan anak laki-laki…..
Ck, sedari tadi bukan sosok-sosok tersebut yang ia inginkan! Kemana si kodok jelek itu, hah? Urggh…
Sudah beberapa orang yang melewati Taemin, tapi sampai sekarang sosok yang ia harapkan tidak juga memunculkan diri. Geez.
Akhirnya Taemin memutuskan untuk bergegas ke sekolah yang jaraknya sudah cukup dekat. Kira-kira 15 meter lagi ia akan sampai di gerbang. Dan, akhirnya sosok yang ia tunggu sedari tadi muncul, dan berlalu begitu saja melewatinya. Tanpa ada sapaan ‘tidak biasa’ dan juga sambutan kerikil di pagi hari.

“Minho….” Taemin terdiam memandang punggung Minho yang mendahuluinya. Punggung itu terasa sangat dingin di mata Taemin. Sosok yang entah sejak kapan menjadi terasa sangat jauh. Jauh dari gapaian seorang Lee Taemin yang bodoh.

“Ini semua memang salahku.” Taemin menghela napas dalam dan kemudian bergegas menuju kelas.Saat di depan pintu, Taemin hampir saja bertubrukan dengan Minho yang hendak keluar ruangan. Tapi dengan sigap Minho menghindar dan pergi begitu saja.

“Astaga! Kodok jelek itu berubah menjadi kodok beku!” batin Taemin kesal. Kalau begini jadinya, Taemin ikut terpancing emosi dan memutuskan untuk mengikuti permainan Minho. PURA-PURA TIDAK KENAL!
Uuurrggghhh!!! >o<

“Taemin?” panggil Tiffanny begitu melihat Taemin tengah bergumam tidak jelas di depan pintu.
Taemin terkejut dan baru menyadari bahwa ia tengah berada di kelas. 

“Oh, Hai Tiff.” Balas Taemin dan segera menghampiri Tiffanny untuk duduk di bangkunya.

“Selamat pagi!” sapa yeoja cantik itu, riang.
Tetapi sangat berbanding terbalik dengan mood Taemin yang langsung drop karena kejadian beberapa saat yang lalu.

“Pagi.” Jawab Taemin singkat. Menaruh bokongnya dengan kasar ke kursi dan menumpu dagunya pada lengannya di atas meja. Kessaaalllll!!!!
Tiffanny yang terlalu polos(?) tidak menyadari Taemin yang sedikit uring-uringan, mulai membuka percakapan antar teman sebangku.

“Hei, nanti sore ada latihan?”
Taemin mendengus, tetapi kemudian ia bangkit untuk bertatap muka dengan teman bicaranya itu. “Anii.” Jawabnya sambil menggeleng. “Tetapi nanti ada pertemuan terakhir dengan para senior sekalian evaluasi pertandingan kemarin.”

“Oh…” keluh Tiffanny.
Dan saat itu, Minho kembali masuk ke kelas dan duduk di belakang mereka, Taemin dan Tiffanny.

“Kau sekarang semakin tertarik dengan sepak bola, ne?” tanya Taemin.
Tiffanny menunduk malu, 

“Ne… begitulah…”

“Suka permainannya atau suka pemainnya?” goda Taemin sambil melirik Minho yang sedang memandang keluar jendela sambil bertopang dagu.
Tiffanny tertawa sambil menepuk tangan Taemin, 
 “Ehm, dua-duanya.” Sahutnya sambil berkata manja dan melirik Minho. Taemin sangat yakin kalau Minho pasti mendengarnya dan…mengerti maksud ucapan Tiffanny kepada siapa ditujukan.
Taemin hanya terkekeh hambar. Ia memandang Minho yang tetap diam dan lebih tertarik dengan pemandangan di luar sana.

 “Oya Taemin, kau punya plester? Kemarin tanganku tergores dahan.” Kata Tiffanny.

“Kemarin? Ya! Kenapa dibiarkan saja?” Taemin langsung sibuk mencari di dalam tasnya.

“Kau tahu kan aku sangat takut melihat darah,”

“Kau bisa ke ruangan klub atau ke ruang kesehatan dan mengambil plester di sana.”

“Tadinya aku mau minta temani Minho ke mini mart untuk membeli plester, makanya aku menunggu di gerbang. Tapi ternyata Minho kembali ke dalam karena kunci lokernya tertinggal.”
Taemin tersentak, kembali teringat kejadian kemarin.

“Apa…kau menunggu Minho sampai malam?” tanya Taemin was-was.
Tiffanny menggeleng, “Aku mau saja menunggunya, tapi Minho bilang takut kemalaman jadi aku pulang duluan. Oh, ya, kau sendiri pulang jam berapa, Taemin? Apa kau pulang malam juga?”Taemin semakin gugup, tidak mungkin dia bilang kalau ia bertemu Minho dan…menamparnya. 

“Aku.. aku pulang tidak lama setelah kau pulang.” Jawab Taemin tidak yakin.
Dan benar saja, terdengar hembusan napas keras dari belakang.

“Minho-ya~ dari tadi kau diam saja?” tanya Tiffanny.
Taemin yang enggan menyapa Minho terlebih dahulu hanya diam. Minho pun menjawab pertanyaan-pertanyaan Tiffanny hanya dengan gumaman tidak jelas, yang pada akhirnya Tiffanny pun menyerah dan kembali menghadap depan.
Hari ini adalah hari yang paling tenang dalam hidup Taemin semasa ia belajar di kelas itu, karena biasanya Minho yang sering melancarkan kejahilannya, kini hanya diam dan fokus dengan pelajaran. Tetapi walau tenang tanpa ‘gangguan’ dari Minho, justru Taemin merasa semakin gugup. Ia tidak sanggup menolehkan wajahnya bahkan hanya untuk memandang Tiffanny di sebelahnya, karena ia yakin bahwa ada sesosok mata yang terus memandang intens padanya. Yah, walau punggungnya tidak memiliki mata, tapi aura dan tatapan Minho di belakangnya sangat cukup untuk membuatnya tidak berkutik.
Seperti saat jam istirahat, Minho pergi keluar kelas tanpa ada basa-basi pada Taemin maupun Tiffanny. Minho hari ini sangat dingin. Tiffanny pun akhirnya pergi ke kantin dengan teman-teman perempuan yang lain dan Taemin lebih memilih tinggal di kelas. Diam-diam menatap Minho ketika ia berkumpul dengan teman-temannya.

“Hei tuan Choi! Sekarang kau sangat terkenal, kau tahu, bung.” Ucap salah seorang teman Minho dari kelas sebelah.

“Pasti kau bisa dengan mudah mendapat pacar, kan? Sejak tadi pagi berapa anak perempuan yang sudah antri untuk melihatmu dari pintu dan jendela-jendela, eoh? Buat iri saja.” Timpal yang lain.
Minho hanya tertawa mendengarnya. Walau Taemin dapat melihat rona merah muda di pipi Minho yang tengah digoda teman-temannya itu.

“Hei, tipe mu yang seperti apa, Minho?”
Taemin langsung memasang kuping baik-baik untuk mendengarnya. Dan tanpa ia sadari, entah sejak kapan ia menahan napasnya sendiri.
Minho tertawa mendorong bahu temannya itu, 
“Aku? Ya~ aku juga sama seperti kalian. Aku ingin yang cantik, itu sudah pasti.”
Yang lain pun ikut tertawa mendengarnya.

“Terus?”

“Lembut.” Sahut Minho lagi.
Sorak sorai semakin terdengar di depan kelas tersebut. Taemin menggigit bibir bawahnya dan merasa jantungnya berpacu kencang padahal ia tidak sedang berlari melainkan duduk di bangkunya.

“Terus?”

“..................Keibuan.” Jawab Minho mantap.
Ada beberapa yeoja yang mengeluh karena merasa ia tidak masuk kriteria yang disekuai Minho. Taemin pun tidak menyadari kalau kerumunan Minho itu kini sudah semakin ramai di kerubungi anak-anak yang juga ingin mendengar.

“Terus?”

“Tidak kasar.” Yang terakhir Minho menjawabnya dengan datar dan malah terkesan dingin.
DEG
Jantung Taemin semakin berpacu cepat dan terasa akan copot dari tempatnya berdegup. Itu semua sama dengan yang ia ucapkan dulu dengannya. Tapi, sekarang ia menambahkan kata-kata ‘tidak kasar’. Sudah pasti Minho sangat membenci Taemin, eoh?
Dengan tergesa-gesa Taemin bangkit berdiri dan bergegas keluar kelas, tapi sayangnya salah satu di antara mereka menghambat keinginannya tersebut.

“Hai, Taemin. Minho sedang naksir perempuan, nih! Kau tahu orangnya?” tanya salah seorang teman Minho, anggota klub sepak bola.
Taemin mengangkat wajahnya agar dapat bertatapan dan sebisa mungkin tertarik dengan pertanyaan tadi, “Oh, benarkah?”
Minho membuang mukanya tidak ingin bertatapan dengan Taemin.

“Ya, mungkin kau tahu?”

“Anii.” Jawab Taemin cepat.

“Nah, kalau tipe Taemin yang seperti apa? Ayo beri tahu kami!” goda salah satu dari keruman tersebut.

“Kalau Taemin pasti sukanya yang gentle…ha ha ha.”

“Ya benar. Taemin tidak cocok dengan yeoja karena nanti pacarnya kalah cantik. Hahahaha”
Tawaan pun semakin terdengar keras. Taemin merutuki teman-temannya kenapa harus mengangkat tema ’tipe kesukaan’ dan dirinya terseret masuk dalam topik pembicaraan panas ini.

“Ka-kalian…” Taemin semakin gugup dan sangat ingin pergi dari sana secepatnya.

“Oh! Taemin cocok dengan Jinki Oppa!” timpal seorang siswi, entah siapa, karena sosoknya tidak terlihat oleh Taemin.
Anak-anak yang lain serentak mengangguk-anggukkan kepalanya, “Ya, benar sekali. Taemin kan manajer sepak bola, jadi sangat cocok kalau berpasangan dengan kaptennya, kan?”

“A-aku…aku harus ke ruang guru dulu, ne? Annyeong~!” ucap Taemin kencang dan segera berlari sekuat tenaga pergi dari kerumunan itu.
BUG

“uugh…” tanpa sengaja wajah Taemin menabrak punggung seseorang.

“Nugu?”
Jinki!

“Mianhae! Mian aku tidak sengaja. Tadi aku buru-buru jadi tidak melihat jalan. Mianhae….” Ucap Taemin membungkuk dalam.
Jinki tersenyum dan berpura-pura mengelus punggungnya, “Wahh, bisa-bisa punggungku remuk. Hidungmu keras sekali menabrak punggungku.”

Taemin tertawa, walau sebenarnya Jinki-lah orang yang paling tidak ingin ia temui sekarang. Namun Jinki sepertinya mengerti bahwa Taemin belum mempunyai jawaban untuknya. Ia hanya tersenyum seperti biasanya, “Ke ruang guru?”
Taemin mengangguk senang sambil mengelus hidungnya yang tadi menabrak punggung Jinki. Yah, sedikit sakit.

“Wah..jadi ketua kelas repot, yah? Harus laporan ini dan itu.”
Taemin tersenyum sambil menggeleng, “Tidak juga. Hehe…”

“Baiklah. Sampai bertemu nanti sore, ne?” ucap Jinki dan kembali berjalan pergi menuju kelasnya. Tapi sebelumnya, ia menepuk kepala Taemin pelan lalu mengelusnya lembut.
>////<

“Aaa!! Jinki hyuuuuung!! Kenapa  kau melakukan hal yang selalu membuatku berdebaaarrrr????” pekik Taemin di dalam hatinya.
.
.
.
.

Begitu bel pulang berbunyi, Taemin langsung melesat ke luar kelas untuk menuju ruang klub dimana evaluasi akan di adakan. Sempat ia mendengar Tiffanny mengatakan “Nanti kutunggu di gerbang, ya…” pada Minho. Tanpa mau mendengar jawaban dari Minho, Taemin langsung buru-buru berlari pergi.

Tidak ingin dengar…. Tidak mau tahu….
Huks…
Taemin berusaha sekuat hatinya untuk tidak peduli lagi pada Minho.
Evaluasi berjalan lancar. Taemin yang selama mendengarkan merasa cukup tegang, tapi begitu selesai, ia pun kembali tenang dan mencoba untuk santai seperti biasa. Jinki pun tidak menyinggung kejadian semalam. Taemin sama sekali tidak berbicara pada Minho, namun kenyataan ia masih memegang kunci loker Minho membuatnya terpaksa membuka suara.

“Maaf, kemarin aku lupa..” kata Taemin sambil memberikan kunci loker Minho. Dan sebelum Minho menjawab, Taemin sudah berbalik hendak pergi.

“Taemin…”
Taemin berhenti melangkah dan menunggu Minho menghampirinya, tetapi Minho hanya diam di tempatnya. Akhirnya Taemin menghembuskan nafasnya dan berbalik,

“Ada apa?”
Minho menunduk dan memainkan kunci di tangannya, lalu mengangkat wajahnya yang tampak terluka. “Semalam aku merasa tidak enak.”
Taemin langsung menunduk memandang sepatunya, “Aku…juga merasa tidak enak.” Sahutnya jujur.

“Maaf karena perkataanku kasar.” Ucap Minho lagi.
Taemin menggeleng, “Maaf juga Karena aku telah bertindak kasar.”
Minho terdiam lagi. Selama ini mereka belum pernah saling marah dan mendiami seperti sekarang ini. Kalau pun bertengkar, tak lama langsung kembali berbaikan seperti tidak terjadi apa-apa. Seolah itu hanya angin lalu, dan ditanggapi dengan candaan tetapi baru kali ini mereka benar-benar saling tidak menyapa. Dan diam-diam dalam hati mereka, mereka pun merasa sangat tidak nyaman.

“Tadi pagi aku menunggumu di gerbang.” Kata Minho memecah kesunyian.
Taemin menahan nafasnya,

“Kulihat kau berjalan terus, aku jadi tidak enak melihat wajahmu yang kusut seperti baju yang belum di setrika. Jadi…aku…hanya mengikutimu dari belakang sampai di sekolah. Baru ketika sampai di gerbang, aku berlari mendahului. Harusnya aku mengucapkan selamat pagi, maaf ya…”
Mata Taemin berkaca-kaca dan ia menghela nafasnya sedikit lega. Mendengar penjelasan Minho serasa beban di pundaknya sedikit berkurang, dan diam-diam ia pun menyesali tindakannya seharian ini karena mendiami Minho. “Tidak, aku juga minta maaf. Aku ingin berhenti di depan apartemenmu, tapi kuputuskan untuk terus saja. Kukira kau sudah berangkat duluan.”
Minho tersenyum samar. Dengan ragu ia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. “Maaf aku duluan, Tiffanny sudah menungguku di gerbang. Ini ucapan selamat pagiku.” Minho membuka tangan Taemin dan menaruh sesuatu di sana. Sebutir kerikil. Lalu ia berlari pergi.

“Minho!”
Minho berhenti dan berbalik.
Kerikil itu Taemin lempar telak ke arah Minho namun Minho sempat mengelak sehingga kerikil tersebut mengenai tiang koridor.

“Aku bukan namja murahan yang dengan di beri kerikil akan senang! Lain kali, beri aku berlian! Hahaha!” canda Taemin.
Minho pun tertawa mendengarnya, “Akan kuingat. Nah, sampai besok.” ucapnya sambil tersenyum lebar dan berlari ke gerbang menghampiri Tiffanny.

Taemin pun melangkah perlahan dan dari kejauhan ia melihat Tiffanny mengelus rambut Minho. Langkah Taemin tertahan, tapi terlambat karena Minho melihat dirinya. Minho menolak tangan Tiffanny, Tiffany sendiri tampak tidak suka dengan kehadiran Taemin.
Taemin berusaha membela diri. Hei, dia ingin pulang, kan? Dan jalan satu-satunya untuk keluar dari sekolah, ya harus melewati gerbang ini. Jadi Taemin berusaha berpura-pura tertawa, “Hei kalian! Masa mesra-mesraan di sini? Awas nanti di ringkus oleh satpam atau guru dan kalian akan mendapat masalah.”
Tiffanny hanya tersenyum, “Oya, Taemin. Aku mengajak Minho ke rumahku. Minho bilang ia menyukai sup miso dan aku sudah meminta Mama untuk membuatkannya. Kau mau ikut?” mata Tiffanny berkedip memberi isyarat.

“Oh…anii. Aku tidak suka menjadi obat nyamuk. Aku duluan, ya. Selamat makan, Minho!” Taemin menepuk bahu Minho dan bergegas pergi dengan riang. Melangkahkan kakinya yang terasa sangat berat sekuat tenaga untuk pergi dari sana, berusaha tersenyum namun, sesampainya di taman, pertahanannya runtuh. Taman yang selalu menjadi saksi kegundahan hati Taemin yang terus saja terluka.
Tuhan… aku hanya manusia biasa…. Huks, ini sakiiitt……
.
.
.
.

“Taemin, tadi Minho menelpon.” Ucap Umma.
He? Menelpon? “Ada apa, umma?” tanya Taemin yang baru saja melepas sepatunya. Ia baru pulang dari mini market, belanja untuk umma-nya.

“Tidak tahu. Dia bilang nanti malam akan menelpon lagi.”
Taemin mengangguk dan membantu mengeluarkan belanjaan untuk menyiapkan makan malam.
Liburan Natal baru saja usai. Taemin baru saja pulang dari pulau Jeju, tempat kelahiran Ummanya. Jadi, ia tidak bisa merayakan Natal bersama teman-temannya yang lain. Tapi itu tidak jadi masalah untuk Taemin, karena selama di sana, ia benar-benar merasa terhibur dan sedikit melupakan masalah sekolah dan ‘percintaannya’ yang sangat rumit. Walau tidak Taemin pungkiri, wajah Minho sesekali menelusup ke dalam pikirannya. Tapi ia berhasil menyingkirkan pikiran tentang Minho dengan belajar memasak di sana. Yah, mulai dari masakan sederhana, dan juga puding.

“Puding yang manis dan segar, seperti dirimu, Tae…”
…..
Kriiiingg!
Mendengar suara telpon yang menggelegar, membuat Taemin terlonjak dan cepat-cepat meraih gaganganya.

“Halo, dengan keluarga Lee?” sapa suara di seberang.

“Minho. Ini Taemin…” sahut Taemin yang langsung mengenali suara penelpon.
Minho terdiam.

“Ada apa?” tanya Taemin.

“Emm…aku…mau mengucapkan selamat tahun baru. Semoga tahun ini bisa menjadi lebih baik.” Ucap Minho tulus.
Taemin merasakan pipinya panas, dan menggaruk pipinya dengan telunjuknya, “Ehm, ya. Sama-sama, Minho.”

“Aku… sering mencoba untuk menelpon ke Jeju… aku bosan. Di sini hanya melewati Natal dan Tahun Baru, bertiga.”
Bertiga? Bukannya Tiffanny merayakan tahun baru di Seoul? Bertiga dengan Appanya dan Jinki hyung, atau….

“Wah, kalian sudah kemana saja?” tanya Taemin gugup.

“Kalian? Maksudmu keluargaku? Ahh, tidak seru. Kami tidak pergi kemana-mana. Kau tahu sendiri kan, laki-laki bertiga mau pergi kemana, eum?” canda Minho. “Jinki hyung juga hanya tidur dan belajar, tidak asyik.”
Diam-diam Taemin tersenyum lebar sampai ke kupingnya. Apakah Tiffanny tidak bersamanya??

“Waah, sayang sekali. Di tempat nenek ku sangat meriah. Kami tak henti-hentinya berpesta dengan penduduk desa. Pokonya kami sangat sibuuuukk. Oh ya, aku juga belajar masak loh. Hehe…” ucap Taemin riang, mengenang liburannya yang sangat menyenangkan. (walau tetap terasa kurang karena tanpa Minho)

“Waah~ yakin tidak apa-apa? Bisa dimakan, kan?” canda Minho. Ia rindu saling ledek dengan Taemin. Seperti saat ini. Seolah mendengar suara Taemin adalah obat yang paling manjur mengobati rindunya.

“Huu, enak saja! Tentu bisa dimakan. Dan kata Umma, rasanya cukup enak untuk pemula dan namja sepertiku.”
Minho tersenyum walau Taemin tidak bisa melihatnya. Ia merasakan hatinya hangat hanya dengan mendengar suara Taemin, “Kalau begitu, lain kali undang aku makan malam, ne? Aku juga mau mencoba masakanmu.”

“Umm, boleh. Tapi resiko ditanggung sendiri, ya?” canda Taemin. Dan keduanya pun tertawa. Rasanya suda lama sekali mereka tidak bercakap-cakap seperti ini. Dan masing-masing tengah merekam wajah lawan bicaranya di benak meraka.

“Oh, aku sedang belajar membuat puding Taemin!”

“Hahahaha”
Yahh, walau tak banyak yang mereka bicarakan, tapi malam itu menjadi malam terhangat sepanjang musim dingin yang pernah mereka rasakan…. ^^
………….
Pletak!

“Kerikil tahun baru!” sapa Minho keesokan harinya ketika hendak berangkat sekolah.

“Hai…” sapa Taemin pada dua bersaudara yang tengah tersenyum menyambutnya di depan gerbang apartemen untuk berangkat bersama.
Taemin kini sudah tidak canggung lagi dengan Jinki. Ia sudah mengantongi jawaban setelah ia menjernihkan pikirannya di pulau Jeju, liburan Natal kemarin. Yah, ia telah siap dengan jawaban pernyataan Jinki waktu lalu.
Tak terasa sekarang sudah memasuki pertengahan Februari. Anak-anak perempuan sibuk menyiapkan coklat untuk nanti di berikan pada sang pujaan hati.
Taemin hanya tersenyum melihat segerombolan yeoja yang tengah bercerita dan berbagi resep untuk membuat coklat buatan tangan sendiri.

“Hei, kau tertarik membuat?” tanya Tiffanny. Oh, apa ia lupa kalau Taemin itu namja? Untuk apa ia membuat coklat yang harusnya ia pun (mungkin) menerimanya, kan?

“Aku? Membuat coklat? Hahaha, pasti coklat itu habis kujilati sampai ke panci-pancinya! Tidak akan jadi,” jawab Taemin riang. Tidak merasa tersinggung dengan pertanyaan Tiffanny.

“Hei, kau tidak membuat coklat?” tanya Minho ketika Tiffanny pergi ke kamar kecil.
Taemin tampak berpikir, “Hmm…aku mau saja. Tapi siapa yang harus ku kasih, eoh? Kalau untuk diri sendiri, wah… rugi besar.”
Minho berdecak, “Dasar pesimis. Bawa saja, siapa tahu kau menemukan orang yang mau kau beri.”
Taemin terdiam. Sepertinya saran yang di berikan Minho lumayan juga. Baiklah, ia akan membuatnya.
…….
Sesampainya di rumah, Taemin langsung menuju dapur dan sibuk membuat coklat dari bahan yang ia beli sepulang sekolah. Umma hanya memperhatikan tanpa mau membantunya.

“Huu, Umma. Mentang-mentang sudah ada yang punya, tidak mau membantuku. Dulu muda, 
umma juga pasti bingung, kan?” gerutu Taemin sambil mengaduk adonan.

“Bingung? Aigoo, Umma tidak pernah bingung kalau valentine datang. Soalnya coklat untuk Umma selalu tersedia, hehehe” Jawab Umma sambil tertawa.
Umma Taemin memang sangat cantik. Tidak heran kalau kecantikan itu menurun pada putra semata wayangnya itu. Umma Taemin sangat populer dan bertemu dengan Appa Taemin semenjak SMA.  Sejak itu, setiap tahun pasti Appa Taemin menyiapkan coklat untuk Umma.

“Umma tidak pernah memberi coklat ke appa?” tanya Taemin penasaran.
Umma menggeleng, “Waktu itu Umma tidak bisa membuat coklat. Dan appamu tidak mau diberi coklat dari toko, makanya appa yang memberi umma coklat hasil buatannya sendiri.” Ucap Umma bangga.

“Ish, umma licik!” Taemin mempoutkan bibirnya. Haah, sepertinya hal serupa diturunkan dari appanya. Kini ia yang harus membuat coklat untuk….. untuk….siapa??
.
.
.
.
Keesokan harinya udara pagi terasa sangat segar. Sisa salju telah meleleh, meninggalkan kubangan-kubangan kotor. Tetapi hawa sejuk bercampur hangat matahari membuat orang lupa akan kubangan-kubangan kotor tersebut.
Taemin melangkah dengan sangat riang, berkali-kali ia meraba ranselnya yang berisi coklat buatannya yang sejak pagi telah ia siapkan dan di bungkus dengan kertas transparan yang cantik, memastikan coklat tersebut masih berada di tempatnya.
Anak-anak berwajah ceria, masing-masing menenteng tas, kotak makan siang, dan kotak tambahan berisi coklat. Ada yang besar dan juga ada yang kecil.
Pletaak!

“Kerikil valentine!”
Taemin tertawa, Minho menjajari langkahnya disebelahnya.

“Kau bawa coklat?” tanya Minho sambil menepuk tas Taemin.

“Ya! Jangan pukul-pukul! Nanti penyok!”

“Wah..kemajuan. Kau mau memberikannya pada siapa?”
Taemin melemaskan bahunya lesu, “Entahlah, aku belum tahu.” Muramnya.
Minho mengernyitkan dahinya heran, “Kalau tidak tahu, kenapa kau membawanya?”
Taemin menatap Minho dengan pandangan sendu, “Aku sudah berjanji akan memberikannya pada seseorang.”

“Siapa?”
Taemin menggeleng,

“Kau menyukainya?”
Taemin menggeleng lagi.

“Kalau tidak suka, kenapa kau membawakannya coklat?”
Tiba-tiba Minho menghentikan langkahnya dengan memegang bahu Taemin.

“Taemin. Dengar. Jangan bohongi perasaanmu. Kau harus jujur. Kalau kau tidak suka jangan memaksakan diri hanya karena dia idola.”
Taemin masih terdiam.

“Taemin,” Minho menarik tangannya supaya menepi. “Dengar kataku. Jangan kau berikan coklat itu.”
Taemin berdecak dan mendorong bahu Minho pelan. “Kau bicara apa, eoh? Kalau aku tidak memberikan coklat ini padanya, rugi besar semalam tanganku sampai melepuh karena membuatnya. Lagi pula siapa yang akan makan? Memang kau mau?”

“Aku mau.” Jawab minho cepat.
Taemin terdiam dan dadanya terasa sesak karena jantungnya berdetak keras.

“Minho!” suara Tiffanny terdengar kencang dan mereka melihat gadis itu berlari menghampiri.

“Kalian membuatku iri. Enaknya mempunyai rumah yang searah, bisa berangkat dan pulang bersama-sama.” Ucap Tiffanny, Taemin berusaha menyingkir tapi Minho juga ikut menjauh.

“Maaf aku ada perlu, aku duluan ya! Sampai ketemu di kelas!” ucap Minho dan berlari pergi.
Eoh? Eoh? Tiffanny tampak kaget dan juga kecewa.

“Kau bawa coklat, Tiff?” tanya Taemin melihat Tiffanny membawa kotak kue yang tampak bagus dan cukup besar.

“Kau juga bawa?”
Taemin menggeleng ragu.

“Ahh…” desah Tiffanny lega.
Sesampainya di kelas, suasana sangat riuh. Beberapa anak laki-laki tersipu malu menerima coklat pemberian dari wanita yang menyukainya. Dan hari valentine juga menjadi hari dimana banyak lahirnya pasangan-pasangan baru.

“Aku ke ruang guru dulu.” Ucap Tiffanny.

“Ada apa? Apa sesuatu yang penting? Kau baru saja sampai dan langsung ada perlu dengan guru? Nanti Minho keburu direbut orang, loh?” ucap Taemin bingung.
Tiffanny tersenyum percaya diri, “Tidak. Dia pasti akan menungguku.”

“Hei Taemin! Kau membawa coklat tidak? Atau sudah ada laki-laki yang menembakmu?” canda teman sekelas Taemin. Taemin hanya tertawa mendengarnya, tidak merasa mereka meledeknya.
Taemin melihat Kibum sedari tadi merogoh laci mejanya dengan gelisah, dan memutuskan untuk menghampirinya.

“Hey.” Sapa Taemin.

“Ya-ya… hey?” balas Kibum terkejut.

“Kau mau memberi coklat pada siapa?” tanya Taemin ramah.
Wajah Kibum memerah, “Ra-rahasia…hehe. Tapi, mudah-mudahan aku bisa memberikan padanya”
Taemin tersenyum dan menepuk pundak Kibum menyemangati, “Siapa pun orangnya, kudoakan sukses, ne? Aku mendukungmu.”

“Terima kasih.” Kibum menggenggam tangan Taemin senang.
Dari jauh, Taemin melihat Minho yang tengah duduk di pojok ruangan. Dia memandang Taemin dengan lesu lalu menunduk.

“Hei, kenapa kau tidak bersemangat? Belum ada yang memberi coklat, ya?” goda Taemin.
Tidak Taemin sangka kalau Minho mengangguk.

“Tunggu saja. Tiffanny masih ada di ruang guru. Sebentar lagi dia pasti datang.”
Tetapi, di dalam hati kecil Taemin menyuruhnya untuk memberikan coklat itu pada Minho. Bukankah ini kesempatan bagus? Lakukan sekarang atau kau akan menyesal seumur hidup.
Taemin menghela nafas pasrah, dengan perlahan ia membuka tasnya. Kantong coklat ia tarik dan ia letakkan di atas meja. Andai ia berbalik dan menyerahkan coklat itu, pasti semua akan selesai dan merasa lega. Tetapi Taemin memutuskan untuk memberikannya nanti, ia pun memasukkan kembali coklatnya.
Selama pelajaran berlangsung, Taemin merasa sangat gugup dan tidak bisa berkonsentrasi. Tiffanny pun sama sekali tidak mengajaknya bicara, mungkin gadis itu pun merasa gugup sepertinya.
Hari itu adalah hari terpanjang yang Taemin rasakan sepanjang hidupnya. Menunggu bel pulang berdentang seperti menunggu es di kutub mencair. Saat pulang, Tiffanny kembali pamit untuk ke ruang guru dan meminta Minho menunggunya.
Tinggallah Taemin dan Minho di kelas itu.

“Minho…aku…coklat ini…..aku…..”
Minho menatap lekat ke dalam mata Taemin. Taemin perlahan mengambil bungkusan coklat dari dalam tasnya.

“Taemin….” Minho terdiam, “Aku…”

“Hei! Sudah lama menunggu, ya?” tiba-tiba suara riang Tiffanny menghentikan kalimat Minho. 

“Hei Minho, kau belum mendapat coklat dari gadis lain, kan?” Tiffanny mendekat dengan wajah berseri lalu mengeluarkan sebungkus coklat besar.
Taemin merasa pusing dan pandangannya serasa berputar, Minho pun tampak tegang.

“Silahkan dibuka.” Kata Tiffany sambil menyodorkan dua buah garpu.
Minho membuka kotak tersebut. Waah, coklat dari Tiffanny benar-benar besar dan indah, tidak seperti buatan Taemin tentunya.

“Ayo dicoba.”
Minho seperti sedang berdiri di pinggir tebing. Wajahnya Nampak tegang. Berkali-kali ia menatap Taemin. Akhirnya Tiffanny mengambilkan coklat itu dengan garpu dan hendak menyuapi Minho, “Baik aku makan!” celetuk Minho sambil merebut garpu di tangan Tiffany dan memasukkan coklat ke mulutnya.

“Yaaayy!!” teriak Tiffanny girang.
Taemin tidak tahan lagi, ia segera bergegas keluar dari ruangan sambil membawa coklatnya.

“Taemin, mau kemana?!” panggil Minho cemas.

“Pasti mau ketemu idolanya.” Sahut Tiffany.
Taemin tak menggubris panggilan Minho. Ia berlari dan memutuskan akan membuang coklat itu jauh-jauh. Ia akan membuangnya ke gawang. Biarlah coklat itu tergeletak di sana. Gawang itu selalu menjadi pusat perhatian Minho. Ia ingin Minho hanya memandangnya. Hanya memandangnya….
.
.
.
.
Taemin POV
Aku berlari menyusuri koridor. Mataku berkaca-kaca dan air mata nyaris saja atau bahkan memang sudah tumpah membasahi pipiku. Aku terus berlari ke ruang klub, dan duduk di sana. Dari jendela ini, aku selalu melihatnya berlari. Dari jendela ini, aku melihat matanya yang serius menatap ke depan. Di tempat ini aku bisa merasakan semangatnya. Dan di tempat ini pula aku harus menelan kekecewaan.
Tiffanny sangat cantik, dan ia tidak bersalah dalam hal ini. Ia menyukai Minho, dan jujur dengan perasaannya, berani mengutarakannya, maka inilah yang ia dapat. Cinta Minho… (begitulah yang Taemin pikir…) Pasti Tiffanny sudah mengutarakan perasaannya dan mereka sekarang telah resmi menjadi sepasang kekasih.
Huks, sedihnya nasibmu Taemin…
Kau itu bodoh. Inilah yang kau dapat. ;A;

“Taemin…”
Jinki hyung. Sejak kapan ia berdiri di situ? Uggh, wajahku pasti buruk sekali.
Lalu Jinki hyung menghampiriku dan berdiri tepat di depanku, “Mengapa menangis?”
Aku segera menyeka air mata, “A-anii…”
Jinki hyung tampak terdiam memandangku sedikit tidak percaya, “Tadi aku ke kelasmu, tapi kelas sudah sepi dan Minho bilang mungkin kau berada di ruang klub. Dan ternyata benar!” ucapnya sambil tersenyum ramah.
Aku terdiam.

“Oya, ini aku bawakan coklat untukmu. Buatanku sendiri.” Ucap Jinki hyung lagi sambil menyerahkan sebungkus coklat padaku.
Aku menghela nafasku, mungkin ini saatnya menjawab perasaan Jinki yang ia utarakan padaku waktu itu. “Emm, ini juga coklat untukmu, hyung. Dan…mengenai jawabanku…tolong dengarkan baik-baik sampai aku selesai.” Ucapku kemudian terdiam sebentar,

“Aku…jujur ini adalah pertama kalinya ada seseorang yang mengutarakan perasaanya padaku. Aku sangat terharu dan bahagia ada orang yang mau menyukaiku. Tapi…setelah kupikirkan, aku tidak mau kehilangan hyung yang sangat baik sepertimu. Aku ingin kau terus menjadi sosok kakak yang menyayangiku seperti seorang dongsaeng. Maaf jika aku egois, hyung…aku hanya tidak mau hubungan kita menjadi tidak enak kedepannya.” Jelasku merasa sangat tidak enak. Apa lagi begitu melihat wajah Jinki hyung yang terlihat kecewa, rasanya aku ingin menenggelamkan diriku ke danau yang paling dalam.

“Taemin…”

“A-aku belum selesai. Tolong dengarkan dulu.” Potongku cepat. Karena kalau tidak menguatkan perasaanku, aku takut goyah dan menjadikan Jinki hyung sebagai ‘pelarian’, dan aku akan membunuh diriku sendiri kalau sampai itu terjadi. Aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri.

“Hyung, aku menyukaimu, sejak pertama kita bertemu. Seiring berjalannya waktu, rasa itu semakin bertambah. Tetapi ternyata rasa itu tidak cukup sebagai modal untuk melangkah lebih jauh. Aku tidak mau kehilanganmu, hyung. Aku ingin…aku ingin menjadi teman baikmu. Kata orang, teman baik akan selalu dikenang. Dan aku lebih memilih menjadi teman baik supaya tetap ada dalam ingatanmu.” Ucapku lagi sambil menghela napas lega telah mengucakan seluruh isi hatiku tentangnya. Walau aku tahu, aku sangat egois….tapi, hatiku…telah memilih yang lain….

Jinki hyung tampak berpikir dalam diam, lalu ia memandangku dengan tatapan yang sangaaaatt hangat dan lembut, “Ya, Taemin ahh… apakah ada orang lain di hatimu?” tebak Jinki hyung dan, sangat tepat.
Aku tidak mau berbohong, tapi aku juga tidak mempunyai keberanian untuk jujur, “Ya…dan tidak.” Jawabku akhirnya.
Jinki hyung menaikkan alisnya menatapku penuh tanya, “Maksudmu?”

“Ya, aku menyukai seseorang…tapi aku sendiri tidak yakin apa orang itu juga menyukaiku.” Jawabku, seiring air mataku yang mulai menetes lagi. Terekam gambaran-gambaran kebersamaan Minho dengan Tiffanny.
Jinki hyung tersenyum dan mengelus kepalaku lalu menepuk bahuku, memberi semangat(?) 

“Taemin,, aku tidak marah kau tolak. Alasanmu sangat masuk akal, dan ya…kau akan tetap menjadi teman dan juga adikku yang manis. Selamanya.” Jinki hyung menggenggam tanganku dan menaruh bungkusan coklatnya di tanganku.
Aku juga mengambil coklatku dan melakukan hal yang sama, menaruh di tangannya.
Jinki hyung tersenyum, “Ini coklat persahabatan.”
Aku ikut tersenyum mendengarnya, dan mengangguk senang, “Ya. Coklat persahabatan!” ulangku.

Brak!

Pintu terbuka, dan Minho berdiri terpaku memandang kami bergantian.

Author POV
“Minho!” panggil Taemin terkejut.
Minho berbalik pergi tidak menghiraukan panggilan Taemin. Ia terus berlari menuju lapangan sepak bola.

“Jadilah sahabatku.” Jinki memegang pundak Taemin dan mengedipkan matanya sebelah lalu tersenyum pergi.
Taemin hanya bisa mengangguk. Memandang punggung tegap milik Jinki yang perlahan menghilang di balik pintu.

“Sampai jumpa….” Bisik Taemin pelan. Ia menunduk menahan tangis. Matanya terasa panas, 
karena ia merasa menjadi orang yang sangat jahat karena telah menyakiti Jinki.
Di luar salju lembut mulai turun. Taemin melihat ada seseorang yang berlari mengelilingi lapangan. Tidak begitu jelas karena salju yang seperti kapas mulai menempel di jendela.
Tetapi Taemin yakin, yang ia lihat itu… Minho. Yah, tidak salah lagi.
Dua putaran,
Tiga putaran,
Lima putaran,
Apa maksud namja itu, eoh?
Taemin menjadi cemas. Apa yang terjadi pada Minho? Di putaran keenam, namja tampan itu kehabisan nafas. Dia berdiri sambil memegang bola dan mengatur nafasnya. Ia memandang ke depan, tatapannya yang tajam tertuju pada gawang yang kosong tanpa penjaga.
Taemin terus memperhatikan Minho dari balik jendela dengan penuh tanya dan juga…kagum. Taemin mengagumi betapa tampannya wajah yang dimiliki namja bernama Choi Minho itu.
Minho melempar bolanya ke udara, dan sebelum menganai tanah, ia menendangnya kuat-kuat. Lurus menuju gawang. Jaring gawang bergoyang, dan tiangnya bergetar hebat karena tendangan keras dari Minho.
Namja itu kemudian membungkuk memegangi kedua lututnya. Rambut, bahu dan wajahnya penuh dengan salju.
Taemin yang melihat dari dalam ruangan menjadi sangat khawatir, kemudian dengan cepat berlari keluar untuk menghampiri Minho. Di lorong, terdapat tas besar Minho yang tergeletak begitu saja. Mungkin dia tadi melemparnya saat hendak lari ke lapangan.
Matahari senja mulai bersinar kemerahan.
Taemin mengangkat tas itu, dan membawanya kembali ke dalam ruangan. Lalu mencari handuk bersih, dan bergegas menemui Minho. Tetapi begitu ia berbalik, ia melihat Minho tengah berdiri lunglai di depan pintu. Rambut dan bajunya basah penuh salju, matanya sendu menatap Taemin.

“Mi-…Minho….kau kenapa?”
Minho diam saja terus memandang Taemin dengan tatapan….terluka?
Taemin melangkah mendekat dan menaruh handuk yang ia pegang ke kepala Minho. Minho bergumam terima kasih, dan serpihan salju berjatuhan ke lantai.

“Kenapa kau nekat berlari di tengah salju, eoh?!!”
Minho menggeleng pelan, “Kau masih di sini?”
Taemin mengangguk, “Ya…aku melihatmu berlari dan menendang bola itu.”

“Kupikir kau sudah pulang bersama Jinki hyung…?”
Jinki hyung? Apa ia mengira aku jadian dengan hyungnya? –batin Taemin.

“Aku…aku khawatir begitu melihatmu berlari di tengah salju seperti tadi. Aku takut kau sakit.” Jawab Taemin jujur.
Minho terbelalak, “Kau khawatir padaku?”
Taemin meneguk ludahnya dengan susah payah. Bayangan Tiffanny dan Minho saat memakan coklat dari gadis itu kembali berkelebat di benak Taemin. “Ya, kau kan pemain andalan tim. Kalau kau sakit, pasti berpengaruh pada pemain yang lain Karena kau tidak bisa ikut turun bermain.” Jawab Taemin asal.

“Oh, karena kau manajer, ya.”
Minho duduk di kursi dengan tangan bertumpu di lutut.
Keduanya terdiam. Bagi Taemin, bumi saat itu terasa berputar sangat cepat sampai ia bisa merasakan ikut berputar di tempatnya berpijak. Tidak tahu harus mengatakan apa, dan Minho pun juga diam tak bergerak. Tetapi, perlahan kepalanya mendongak menatap Taemin.

“Taemin.”

“Hm?”

“Kalau…kau bukan manajer tim, apa kau juga akan khawatir?”
Taemin merasa sesak menerpa dadanya, sama sekali tidak menyangka Minho akan menanyakan hal itu. Bibirnya tertutup rapat tidak tahu harus merespon seperti apa.

“Taemin…?”
Taemin masih terdiam, menggigit bibir bawahnya gugup.

“Taemin, jawablah…”

Taemin memejamkan matanya, “Y-ya…….ya…”
Minho menarik sudut bibirnya sedikit merasa puas dengan jawaban Taemin yang mungkin memang itulah hal yang paling ingin ia dengar. “Gomawo…”
Keduanya kembali terdiam. Taemin sibuk memainkan hem sweaternya sambil menunduk, sedangkan Minho kembali menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Keduanya merasa sangat sulit bernafas karena keadaan mencekam(?) seperti itu.

“Taemin, boleh aku bertanya?” tanya Minho memecah kesunyian.
Taemin mengangguk namun masih tertunduk, Minho pun tidak menoleh padanya. “Apakah, kau menerima pernyataan Jinki hyung?”

“Maksudmu?” tanya Taemin cepat.

“Ehm, semalam…Jinki hyung sibuk membuat coklat dan ia bilang akan memberikannya pada orang yang ia suka. Semenjak kejadian di ruangan ini waktu lalu, aku tahu ia menyukaimu.”
Taemin menelan ludahnya gugup.

“Lalu..kau sendiri bagaimana?”
Entah apa yang membuat Taemin ingin sekali menangis dan menjerit saat itu. Ingin berteriak hal yang sebenarnya tapi…itu sangat sulit. “Untuk apa kau tanyakan itu?”
Minho menggeleng, “Tadi aku lihat kalian bertukar coklat. Berarti kalian jadian, kan?”

“Minho sendiri bagaimana? Tiffanny juga sudah menyatakan perasaannya padamu, kan? Kemarin ia bercerita akan mengutarakannya. Kalian juga sudah jadian?”
Namja tampan itu menghela nafas, “Taemin, aku mohon kau berkata jujur padaku. Apa kau menyukai jinki hyung?”
Taemin menggertakkan gigi untuk mendapat kekuatan, “Ya, aku suka. Dia baik. Tapi…”

“Sudah kuduga. Aku tahu aku memang bodoh.” Potong Minho.

“Dengar dulu penjelasanku. Aku memang menyukai Jinki hyung, tetapi untuk melangkah lebih jauh…. Aku tidak bisa. Aku tidak ingin merusak pertemanan kita bertiga. Dan sebagai bukti persahabatan, kami bertukar coklat. Jinki hyung sangat baik, ia mengerti maksudku. Aku tahu aku egois tidak memikirkan perasaannya, tapi…aku ingin menjadi teman baik saja…aku ingin selalu dikenangnya sebagai Taemin sahabatnya, aku….” Tiba-tiba entah sejak kapan, air mata Taemin mulai turun membasahi pipinya yang memerah karena udara dingin dan juga tangisnya.

“Taemin….”

Taemin menghapus air matanya dan menahannya agar tidak kembali keluar, “Hanya dengan Jinki hyung aku bisa berkata jujur dan menjadi Taemin apa adanya. Andai aku mau menipu diri, aku pasti menerimanya dan dengan bangga berjalan di sampingnya sebagai pasangannya. Tetapi tentu itu tidak adil baginya, dan seperti nasehatmu, aku jujur. Aku katakan bahwa hatiku telah diisi oleh orang lain.”
Minho memandang Taemin terkejut. Mata indahnya mengerjap-ngerjap bingung.

“Jinki hyung memang hebat. Aku kagum padanya. Dia berani mengungkapkan perasaannya, dan siap menerima resikonya. Lalu aku… aku memang pengecut. Untuk menyatakan suka pada orang yang ku suka saja aku tidak mampu.” Ucap Minho. Rahangnya mengeras, dan ia mengalihkan pandangannya ke jendela.

“Tapi kau beruntung Minho. Tanpa kau bilang pun Tiffanny sudah tahu. Dia memang percaya diri. Aku kagum padanya. Dia cocok untukmu. Bukankan dia tipe kesukaanmu? Cantik, lembut…dan keibuan.” Taemin mengatakannya dengan suara bergetar menahan sakit hatinya yang terasa seperti diiris pisau. “Dia memang cocok untukmu, Minho. Kalian sangat serasi… chukkae~”
Hebat Taemin! Kau menggali kuburanmu sendiri! Kau berhasil melengkapi kebohonganmu!

“Aku senang Tiffanny akhirnya berani menyatakannya padamu. Aku tak seberani dia. Aku…aku pengecut.” Lanjut Taemin tertunduk bersusah payah menahan tangisnya.
Kau berhasil melunasi ketidakjujuran. Bersiaplah menerima kepedihan!
Minho berdiri dan berjalan mendekati Taemin. Lalu namja itu memegang pundak Taemin, 

“Taeminnie~ jangan menangis. Aku tidak suka melihatmu menangis… kau bukan pengecut. Kau berani menyatakan isi hatimu pada Jinki hyung.”

Taemin menggeleng, “Tidak. Aku tidak seperti itu. Aku… aku… huks…”
Tiba-tiba Minho memeluk Taemin dan membenamkan kepalanya di dada bidangnya. Tangannya mengelus rambut Taemin dengan lembut, “Sshh, Taemin…uljima…”
Taemin tidak tahan lagi dan akhirnya ia menumpahkan air matanya sambil memeluk Minho balik. Mendekap erat-erat sebelum dada hangat dan nyaman itu akan menjadi milik Tiffanny.

“Taemin,” panggil Minho lembut. “Kau mau tahu apa yang terjadi sebenarnya?”

Sungguh, Taemin tidak mau mendengar cerita cinta Tiffanny dengan Minho. Tetapi, Taemin tahu ia tidak bisa egois. Minho pun adalah sahabatnmya, bukan?
Taemin mengangguk pelan, masih di dekapan Minho.

“Tadi Tiffany bilang padaku sambil menangis. Kau tahu sendiri kan, aku paling tidak tahan melihat orang lain menangis. Aku pun bicara jujur padanya. Aku hanya mengaguminya, dan aku telah memiliki orang lain yang mengisi hatiku juga hari-hariku.”
Taemin tersentak dan mendongak menatap Minho, jarak mereka sangat dekat tapi Taemin tidak peduli itu untuk saat ini ia ingin tahu apa yang terjadi, “Kau menolaknya?”

“Ya.”

Taemin melepaskan diri dan mendorong Minho pelan. Menatap mata besar dan indah milik  Choi Minho dengan air mata masih bercucuran dari matanya sendiri, “Kau bodoh, Minho!”

“Bukan soal bodoh atau tidak. Ini masalah perasaan. Seperti juga yang kau lakukan pada Jinki hyung.”
Taemin terdiam. Lalu….siapa gadis yang disukai Minho?? Yang telah mengisi hati dan hari-harinya??

Minho berdecak melihat Taemin yang terbengong setelah mendengar ucapannya, “Ck, kau tidak mau tahu siapa orang yang kupilih?” tanya Minho akhirnya.
Saking sedihnya, Taemin hanya bisa mengangguk sambil menyiapkan hatinya untuk kembali merasakan sakit. Bahkan mungkin kali ini akan terasa berkali-kali lipat, karena Taemin tidak tahu lagi akan bagaimana ia menyembuhkan hatinya yang seolah seperti porselen yang pecah menjadi jutaan keping.
Minho menghela nafas dan tersenyum, lalu menggapai pipi Taemin dengan sebelah tangannya, 

“Orang itu, kau….Taemin…. Lee Taemin yang saat ini berdiri di depanku…. Menatapku….” Ibu jari Minho mengelus lembut di pipi Taemin yang basah Karena air mata.

“Mwo?!”

“Yah. Orang itu memang kau, Taemin.”
Taemin memandang Minho tak percaya. Mata coklatnya membulat sempurna.

“Aku telah jatuh cinta padamu….semenjak kerikil pertama mengenai punggungmu.” Ucap Minho sambil tersenyum, dan menghapus air mata di kedua pipi Taemin dengan tangannya. Namun tiba-tiba Minho teringat perkataan Taemin tadi, dan wajahnya kembali berubah murung, senyumnya lenyap. “Tapi… tadi kau bilang, kau sudah mempunyai orang yang kau sukai. Ck, pernyataanku jadi sia-sia. Mianhae aku terlambat mengungkapkannya. Aku…memang malu mengakuinya. Aku takut ditolak, oleh karena itu aku ingin kita tetap bisa seperti sekarang. Bercanda, saling mengejek, berangkat dan pulang bersama. Aku takut kehilangan itu semua kalau kau menolakku…”
Pandangan Taemin melembut, dan perlahan ia menarik bibirnya menjadi sebuah senyuman. 

“Aku juga sepertimu Minho…. Aku terlalu takut kehilangan itu semua sehingga aku lebih memilih diam dan tetap menjadi sahabatmu….”

Minho mengangkat wajahnya menatap ke dalam mata coklat Taemin, berusaha mencerna perkataan namja manis di hadapannya itu, “Ma-maksudmu..?”
Taemin mengangguk sambil tersenyum lebar, “Orang yang kusukai itu bernama Choi Minho.”
Mata Minho membesar takjub, “Taemin…kau…sungguh-sungguh?”

“Em.” Taemin mengangguk.

Dalam satu kedipan mata saja, tubuh Taemin kini berada di pelukan Minho. Taemin membalasnya dengan mendekap erat-erat dan senyum lebar menghiasi wajahnya.
Tidak mau kehilangannya…. Tidak mau….

“Taemin…”

“Minho….”
Pelukan keduanya meregang dan mereka saling bertatapan penuh rasa lega dan bahagia. Semakin lama wajah mereka semakin mendekat, dan…
Kedua bibir itu pun bertemu untuk menjadi satu seperti hubungan mereka kini. Bibir keduanya terasa sangat pas dan manis untuk masing-masing dan…perlahan Minho mulai mengulum bibir bawah Taemin yang lembut. Keduanya memejamkan mata, Taemin meremas penggung sweater Minho begitu ia merasa kuluman Minho semakin lahap mengulum bibirnya atas dan bawah. Sebelah tangan Minho memeluk pinggang Taemin, dan satunya lagi berada di tengkuk Taemin, menjaganya agar tidak terlepas.
Taemin memindahkan tangannya memeluk leher Minho ketika Minho mulai memasukkan lidahnya, menjelajahi mulut Taemin yang hangat dan terasa manis baginya.

“Emmhh….” Satu desahan lolos dari mulut Taemin. Disusul dengan desahan-desahan berikutnya yang membuat bibirnya merekah dan sedikit membengkak Karen hisapan dan gigitan Minho.

“Eunghh,, Minho…mmhh….”
Perlahan ciuman Minho turun ke rahang Taemin, dan menghisapnya dengan gemas dan memainkannya dengan lidahnya, memberi sensasi geli dan juga nikmat untuk Taemin.
Lalu semakin turun dan mulai menjelajahi leher putih Taemin. Seperti layaknya vampire yang memakan(?) korbannya karena lapar, Minho pun mulai meninggalkan jejak-jejak karya ciptaannya di sekitaran leher dan juga collarbone Taemin.

“Minnhhh…” desah Taemin ketika lidah Minho mulai nakal mencoba menghisap jakunnya dan tangan-tangannya yang mencoba membuka sweater yang Taemin kenakan. Taemin hanya pasrah memejamkan matanya, karena yang ia tahu hanyalah rasa nikmat yang ia rasakan.
Resleting sweater Taemin berhasil turun dan entah sejak kapan telah terlepas dari tubuhnya, jatuh ke lantai yang dingin.

“Taemin….”

“Ngghh….”

“Tae…” saat kancing kedua kemeja sekolah Taemin terbuka, Minho tersentak kaget lalu membuka matanya cepat. Taemin yang merasa lidah Minho telah meninggalkan(?) kulitnya, ia pun perlahan membuka matanya sambil mengatur nafasnya yang berubah memburu.
Minho meloncat satu langkah kebelakang,

“Min-…?”

Haattchiiii!!!!
Minho bersin dengan sangat keras. Wajahnya pun memerah.

“Ya! Kau kena flu?!” pekik Taemin cemas, memegang dahi Minho yang terasa hangat.
Minho memandang Taemin memelas, hidungnya memerah. “Maaf…” ujarnya.
Taemin terkikik geli, “Untung kau tidak bersin di mukaku!”
Minho tertawa mendengar ucapan Taemin, dan memeluknya erat-erat.

“Taemin-ah….saranghae…” bisiknya lalu mengecup pelang kuping Taemin membuat namja cantik itu bergidik geli merasakan terpaan nafas dan sapuan bibir tebal Minho.

“Nado saranghae, Minho…”
.
.
.
.

Keesokan harinya, Minho menelpon Taemin. Mengatakan bahwa dirinya tidak masuk sekolah karena sakit. Dan Taemin berjanji akan menjenguknya sepulang sekolah nanti.
Di sekolah Taemin sangat bersemangat apa lagi kalau mengingat kejadian kemarin sore yang…yah sangat ‘panas’. Untung sekarang musim dingin, jadi ia tidak perlu khawatir menutupi leher merahnya dengan syal.
Walau Taemin sangat senang, tapi ia merasa kesepian karena Minho dan juga Tiffanny tidak masuk. Oh, begitu juga Jinki karena ia harus mengurusi adiknya yang sakit.
Sepulang sekolah…

“Masuk Taemin. Minho sedang malas berangkat sekolah, tuh.” Ucap Jinki ramah.

“Enak saja! Aku sedang sakit! Ha—haaatchiiii!!” sahut Minho dari kamar.

“Lihat, dia langsung pamer bersin.” Goda Jinki.
Taemin tertawa mendengarnya. Ia bersyukur Jinki menepati janjinya untuk terus bersahabat dengannya, dan ia sama sekali tidak berubah canggung. Ia masih menjadi sosok Jinki yang Taemin kenal.

“Masuklah ke kamarnya, aku siapakan coklat panas. Di luar dingin sekali, kan?” ramah Jinki sambil berlalu ke dapur.
 
Taemin berdebar saat memegang gagang pintu dan perlahan membukanya. “Ha-hai…” sapanya sambil masuk ke dalam.

“Taeminnn… bogoshippo~~” Minho beranjak bangun dan memeluk Taemin manja.
Taemin mengerutkan dahinya lalu mengelus punggung Minho. Mereka tersenyum lalu duduk di pinggir kasur.

“Wajahmu merah… sudah ke dokter?” tanya Taemin melepas sweaternya karena kamar Minho menggunakan penghangat ruangan.

“Syalnya tidak di lepas?” tanya Minho bingung.
Wajah Taemin memerah. Ia tidak mau Minho melihat lehernya yang memar-memar(?), apa lagi sampai Jinki tahu apa penyebabnya. >///<

“Ti-tidak apa-apa.”
Lalu Minho mengusap pipi Taemin yang memerah, “Apa kau juga demam?” tanya Minho menempelkan dahi mereka, namun saat itu tepat pintu terbuka dan Jinki melongokkan kepalanya.
Taemin cepat-cepat mendorong Minho karena malu.

“Ya~ kalian ini…” ucap Jinki berpura-pura tidak suka, namun kemudian terkekeh “Mau makan malam sekalian, Taemin?” tawarnya.

Taemin menatap Minho yang juga tengah menatapnya penuh harap. Akhirnya Taemin mengangguk, “Boleh kalau tidak merepotkan.”
Jinki tersenyum lalu kembali menutup pintu.

“Asyiik~ makan bersama~” riang Minho.
Taemin mencubit pipi Minho, “Seperti baru pertama kali saja.” Ucapnya.

“Loh, memang benar kan?”

“Eoh?”

“Iyaaa, pertama kali saat kita sudah jadiaaaann~” goda Minho lagi.
BLUSH!

“Yaa!”
…………………..

Keesokan paginya, Minho sudah masuk sekolah. Dia bilang dia justru akan sakit kalau terus berjauhan dari Taemin. Membuat namja cantik itu terus menerus mengeluarkan semburat merah di pipinya.

“Heii, Tiffanny tidak masuk lagi?” gumam Taemin saat pelajaran pertama dimulai dan Tiffanny tidak juga muncul di kelas.

“Lee Taemin, nanti jam istirahat datanglah ke ruang guru, ne?” ucap songsaenim.
Taemin terkejut namun ia reflek mengangguk, “Ne, baik.”
………..
Setelah bel istirahat berbunyi, Taemin langsung bergegas pergi ke ruang guru seperti yang tadi gurunya minta. Minho hanya duduk di kursinya sambil menopang dagu menunggu Taemin kembali.
Saat sosok impiannya itu muncul di bibir pintu, Minho menegakkan badannya karena melihat raut wajah Taemin yang bingung.

“Hey, ada apa?”
Taemin menoleh dan segera menghampiri Minho lalu duduk di sebelahnya.

“Tiffanny menitipkan surat ini untukku.” Ucap Taemin mempelihatkan sebuah kertas berwarna hijau muda di genggamannya.

Dear Taemin,
Kalau kau membaca surat ini, aku sedang dalam perjalanan ke Perancis.
Perusahaan Papa di sana sedikit berantakan karena di tinggal Papa ke Seoul. Jadi mau tidak mau, Papa harus mengurusnya sendiri dan kami sekeluarga terpaksa kembali ke sana.
Oh ya, kemarin aku sudah menyatakan perasaanku pada Minho. ^^ Tapi, sayang sekali dia menolakku :( Hmm, walaupun dia menerimaku pun pasti akan ku tinggalkan. Hehehe. (aku menghibur diri ^_=)
Ternyata ia mempunyai satu nama yang tersembunyi di dalam hatinya, dan aku tidak bisa menggeser orang itu. Aku tahu Minho belum menyatakan perasaannya pada orang itu, dan…oke tidak usah berbelit. Orang itu adalah kau, Taemin. Aku doakan semoga ia tidak bodoh menyia-nyiakan orang sebaik dirimu dan mau mengutarakannya padamu sebelum kau direbut orang. *merong buat Minho* :P
Aku rasa kalian sangat serasi, walau kalian sama-sama namja…tapi kami yang melihatnya sangatlah manis. Jadi, perjuangkan cinta kalian, ne? Jangan pernah menyerah pada apa pun! ^^)9
Aku mengambil penerbangan pertama dari Incheon, dan. .. eits, jangan kira aku pergi karena patah hati, ne? Hihihi, itu tidak ada dalam kamusku! XD Kalau ada kesempatan, aku akan main lagi untuk bertemu kalian. Aku pasti akan merindukan teman-teman baik seperti teman sekelas kita, anggota klub, terutama kau dan Minho.
Oh ya, sampaikan ucapan terima kasih pada Minho atas pinjaman bangkunya, ne? Sekarang akan ku kembalikan. Eh ya, untuk yang terakhir…. Kita tetap bersahabat, kan? ^^
Salam sayang,
-Tiffanny

Taemin melipat kembali kertas tersebut dengan air mata yang telah menggenang. Minho merangkul pundaknya dan menempelkan kepala mereka, memberi kekuatan untuk Taemin.
“Aku merindukannya….” Bisik Taemin.

“Ne….” sahut Minho pelan.

Tiffanny pergi tanpa memberi kabar pada semuanya, sehingga membuat teman-teman yang lain pun sedikit sedih dan kecewa Karena Tiffany tidak berpamitan pada mereka. Tapi walau begitu, mereka tetap menganggap Tiffanny adalah sosok teman mereka yang sangat baik.
Tiba-tiba Kibum menghampiri Taemin dan Minho. “Tidak ku sangka Tiffanny akan kembali ke Perancis secepat ini, ne? Pasti kau sedih, ya?”
Taemin menggeleng, “Anii, kita tidak boleh sedih. Kalau kita sedih, nanti Tiffanny juga akan sedih, kan?”
Kibum tersenyum dan menatap bangku di sebelah kursi Taemin, “Kalau begitu, Minho kembali ke bangku ini lagi, ya?” godanya.
Taemin dan Minho hanya tertawa dan mengangguk.

…….

Sepulang sekolah saat Taemin dan Minho hendak pulang bersama, mereka melihat Jinki dan Kibum berjalan berdampingan sambil bercakap-cakap dan sesekali tertawa.

“Hei heeii~” sapa Taemin dengan nada menggoda. “Apa aku ketinggalan kabar??”

Minho tertawa memandang Jinki, “Hyung? Ada apa ini? Bisa tolong jelaskan?”
Jinki hanya tertawa melihat tingkah Taemin dan Minho yang tengah menggodanya.
 Kibum tertunduk malu, wajahnya memerah dan ia tidak bisa berkata apa-apa.

“Jangan-jangan Jinki hyung akan masuk tim basket? Manajernya ada di sini.” Goda Taemin.
Jinki tersenyum lebar, “Anii…”

“Ya…Jinki hyung kan sudah kelas tiga…” jawab Kibum gugup.

“Kami mau jalan-jalan, kalian mau ikut?” ajak Jinki.
Minho langsung menggandeng tangan Taemin dan tersenyum, 

“Anii… kami punya acara sendiri.”
.
.
.
.
From Taemin:
Sekarang dan seterusnya, aku sangat bahagia sekali karena memiliki seseorang seperti Minho di dalam hidupku. Aku berharap kami selalu bersama selamanya. Aku akan menjaganya dan juga memperjuangkan cintaku dengannya seperti yang Tiffanny katakan. Mulai sekarang aku tidak butuh lagi Time Out untuk menyusun strategi. Aku akan percaya pada diriku sendiri, dan mengikuti kata hatiku. Selama aku bersama Choi Minho, aku yakin aku akan bahagia~
From Minho:
Taemin-ah…. Soal kerikil itu, tidak boleh kau bocorkan pada siapa-siapa, ne? Bahkan pada Tiffanny sekalipun. Karena kerikil itu hanya aku dan kau yang tahu…..
Dan untuk selamanya, aku mohon percayalah padaku. Teruslah berada di sisiku, karena…. Saranghae Lee Taemin~
Pletak!
“eoh?”

“Kerikil selamat menempuh hidup baru bersamaku.”
Blush!
>/////<

“Ya, Minho~!”

“Ya, sayang?”

“Jangan lupa berlian yang kau janjikan, ne!” *merong*
おしまいっ。



                                                                       -END-
490367

Tidak ada komentar:

Posting Komentar